Rusia Blokade Pelabuhan Ukraina, Ketahanan Pangan Global Terancam

Gabriel Wahyu Titiyoga
29 Mei 2022, 01:13
Alexander Ermochenko Sebuah pemandangan menunjukkan bendera Ukraina yang robek tergantung di kawat di depan sebuah gedung apartemen yang hancur selama konflik Ukraina-Rusia di kota pelabuhan selatan Mariupol, Ukraina, Kamis (14/4/2022).
ANTARA FOTO/REUTERS/Alexander Ermochenko/WSJ/sad.
Alexander Ermochenko Sebuah pemandangan menunjukkan bendera Ukraina yang robek tergantung di kawat di depan gedung apartemen yang hancur selama perang akibat invasi Rusia di kota pelabuhan selatan Mariupol, Ukraina, Kamis (14/4/2022).

Invasi militer Rusia ke sejumlah kota dan pelabuhan yang telah berlangsung lebih dari tiga bulan membuat Ukraina tak bisa lagi menyalurkan produk pangan, termasuk puluhan jutaan ton biji-bijian dan gandum, ke negara-negara pemesannya. Perserikatan Bangsa-Bangsa bahkan mengeluarkan peringatan bahwa perang di Ukraina bisa memicu krisis pangan global menahun jika tak segera diselesaikan.

Menurut Direktur Jenderal Organisasi Perdagangan Dunia, Ngozi Okonjo-Iweala, seperti dilaporkan Associated Press, Kamis (26/5), masih ada sekitar 25 juta ton gandum yang tertahan di fasilitas penyimpanan di Ukraina. Sebanyak 25 juta ton lainnya diperkirakan akan siap dipanen bulan depan.

Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, mengatakan perang di Ukraina membuat pasokan bahan pangan menipis. Padahal distribusi pangan global belum pulih sepenuhnya dari dampak pandemi Covid-19. "Kondisi ini membuat puluhan juta orang di ambang krisis pangan," kata Guterres dalam rapat PBB tentang ketahanan pangan di New York, Amerika Serikat.

Guterres, seperti dilaporkan The Guardian, mendesak Rusia untuk segera membuka jalur ekspor gandum dari Ukraina. Jika perang berlanjut, ketahanan pangan global terancam dan berujung pada meningkatnya risiko malnutrisi dan bencana kelaparan. "Krisis seperti ini bisa berlangsung bertahun-tahun," katanya.

Ukraina adalah salah satu eksportir terbesar di dunia untuk komoditas gandum, jagung, dan biji bunga matahari. Namun perang dan blokade militer Rusia di pelabuhan-pelabuhan Ukraina membuat distribusi bahan pangan itu mandek. Sebagian besar wilayah pelabuhan di Ukraina bahkan menjadi kawasan berbahaya karena ditanami ranjau darat.

Duta Besar Ukraina untuk Indonesia, Vasyl Hamianin, pernah memberikan peringatan bahwa invasi militer Rusia akan memicu bencana pangan global. Dalam wawancara dengan Katadata pada April lalu, Hamianin mengatakan tentara Rusia mencuri bahan pangan dari 10 kapal yang bersandar di pelabuhan Kota Mariupol. "Bisa saja tujuan salah satu kapal ini adalah ke Indonesia. Jadi bahan pangan Indonesia yang dicuri dan rakyat kena imbasnya."

Hamianin mengatakan banyak lumbung dan gudang penyimpanan bahan pangan hancur akibat serangan militer Rusia. Akibatnya, jutaan ton bahan pangan siap kirim akhirnya lenyap. Jika Ukraina tidak bisa bercocok tanam dan panen setidaknya pada pertengahan tahun nanti, banyak negara di Asia dan Afrika yang terkena imbas krisis pangan. 'Bangladesh, Pakistan, Cina, Indonesia, serta beberapa negara di Afrika Utara dan Timur Tengah adalah konsumen terbesar gandum dari Ukraina," ujarnya.

Negara-negara di Eropa sebelumnya berusaha mencari jalan lain untuk mengangkut stok gandum menggunakan rangkaian gerbong kereta api. Namun, tak seperti kapal kargo yang memiliki volume angkut besar, gerbong kereta hanya bisa mengangkut sebagian kecil stok gandum. Jalur kereta ke Eropa yang melintasi wilayah-wilayah Ukraina yang masih dilanda perang pun tak aman lagi dilalui.

Pemerintah Inggris bahkan menuding Rusia mencoba menyandera dunia demi mendapatkan tebusan dengan menuntut sanksi yang dijatuhkan Amerika dan negara-negara Eropa untuk dicabut. Sejak militer Rusia memulai invasinya, negara-negara menjatuhkan sanksi dengan membekukan aset-aset para petinggi Rusia, termasuk Presiden Vladimir Putin, dan puluhan perusahaan raksasa Rusia.

Menteri Luar Negeri Inggris, Liz Truss, menyebut Presiden Putin sengaja menjadikan kelaparan dan krisis pangan yang melanda masyarakat miskin di seluruh dunia sebagai senjatanya. "Kami tidak bisa mencabut sanksi apa pun yang nantinya malah membuat Putin semakin kuat dalam jangka panjang."

Rusia terus mendesak negara-negara Barat untuk segera mencabut sanksi mereka. Kremlin, pusat pemerintahan Rusia, membantah tudingan sebagai penyebab krisis pangan global karena menghalangi jalur distribusi pangan dan produk pertanian Ukraina.

Kementerian Pertahanan Rusia, seperti dilaporkan media Rusia Interfax pada Rabu (25/5), menyatakan akan menyiapkan koridor khusus yang memungkinkan kapal-kapal asing meninggalkan pelabuhan Ukraina di sepanjang Laut Hitam, termasuk dari Kota Mariupol di pesisir Laut Azov.

Kepala Pusat Pengendali Keamanan Nasional Rusia, Mikhail Mizintsev, menyatakan ada 70 kapal asing dari 16 negara di enam pelabuhan di sepanjang Laut Hitam, termasuk di Odesa, Kherson, dan Mykolaiv. Meski demikian, Mizintsev tidak menyebutkan secara detil berapa kapal yang siap mengangkut bahan pangan.

Ada pun Presiden Ukraina, Vomodymyr Zelensky, menyatakan sanksi yang diberikan terhadap Rusia seharusnya bisa lebih kuat. Termasuk larangan impor minyak dan gas dari Uni Eropa. "Menekan Rusia akan menyelamatkan banyak nyawa," Zelensky. "Setiap hari penundaan atau ketidaksepakatan malah bisa membuat warga Ukraina terbunuh. Inilah ancaman terhadap setiap orang di benua ini."

Sejauh ini, sikap Uni Eropa masih terbelah soal apakah mereka akan benar-benar berhenti membeli pasokan minyak dan gas Rusia. Pasalnya, kebutuhan energi Eropa sangat tergantung pada pasokan gas dan minyak dari Rusia. Sekitar 45 persen impor gas Eropa berasal dari Rusia.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...