Lindungi Informasi Pengguna, Google Bakal Menghapus Info Lokasi
Perusahaan teknologi, Google akan secara otomatis menghapus informasi tentang pengguna yang mengunjungi klinik aborsi atau tempat lain yang dapat memicu masalah hukum. Hal itu menyusul larangan aborsi yang diumumkan Mahkamah Agung Amerika Serikat beberapa waktu terakhir.
Dikutip dari Associated Press, Minggu (3/7), Google menguraikan perlindungan privasi baru dalam sebuah unggahan blog resminya.
Selain menghapus kunjungan ke klinik aborsi secara otomatis, Google juga menyebutkan pusat konseling, pusat kesuburan, fasilitas perawatan kecanduan, klinik penurunan berat badan, dan klinik bedah kosmetik sebagai tujuan lain yang akan dihapus dari riwayat lokasi pengguna.
Lebih lanjut, pengguna akan memiliki opsi untuk mengedit riwayat lokasi mereka sendiri. Namun, Google akan secara proaktif melakukannya untuk mereka, sebagai tingkat perlindungan tambahan.
"Kami berkomitmen untuk memberikan perlindungan privasi yang kuat bagi orang-orang yang menggunakan produk kami, dan kami akan terus mencari cara baru untuk memperkuat dan meningkatkan perlindungan ini," kata Wakil Presiden Senior Google, Jen Fitzpatrick.
Janji tersebut muncul di tengah meningkatnya tekanan pada Google dan perusahaan teknologi besar lainnya, untuk berbuat lebih banyak perlindungan informasi pribadi yang sensitif melalui layananm dan produk digital mereka dari otoritas pemerintah dan pihak luar lainnya.
Seruan untuk kontrol privasi yang lebih ketat dipicu oleh keputusan Mahkamah Agung AS baru-baru ini yang membatalkan putusan Roe v. Wade yang melegalkan aborsi. Hal itu meningkatkan momok, bahwa catatan tentang lokasi, teks, pencarian, dan email orang dapat digunakan dalam penuntutan terhadap prosedur aborsi, atau bahkan untuk perawatan medis terkait yang dicari.
Seperti perusahaan teknologi lainnya, Google setiap tahun menerima ribuan permintaan pemerintah untuk catatan digital pengguna sebagai bagian dari investigasi pelanggaran. Google mengatakan pihaknya menolak surat perintah penggeledahan dan tuntutan lain yang terlalu luas atau tampaknya tidak berdasar.
Sementara itu, melansir artikel Reuters Rabu (15/6), aborsi yang dilakukan di Amerika Serikat meningkat sebesar 8 % dalam tiga tahun, yang berakhir pada 2020. Angka tersebut sekaligus membalikkan tren penurunan angka selama 30 tahun, menurut data yang dirilis Guttmacher Institute, sebuah kelompok penelitian hak aborsi.
Kenaikan itu terjadi ketika Mahkamah Agung AS akan memutuskan kasus secara luas dan diperkirakan akan mengakhiri atau sangat membatasi hak atas prosedur aborsi tersebut, seperti ditunjukkan bocoran draf pendapat pengadilan.
Peningkatan tersebut sekaligus mencerminkan bahwa dampak pembatalan keputusan pengadilan dalam kasus Roe v. Wade tahun 1973, yang melegalkan aborsi di tingkat federal di Amerika Serikat, akan lebih besar dari yang diperkirakan, kata peneliti Rachel Jones, salah satu penulis studi tersebut.
“Dalam 20-an tahun saya melakukan penelitian tentang aborsi di Guttmacher, ini adalah pertama kalinya kami mengalami peningkatan aborsi selama dua tahun,” kata Jones dalam sebuah wawancara.
Pada 2020, laporan tersebut menunjukkan, ada 930.160 aborsi di Amerika Serikat, naik dari 862.320 pada 2017. Perbandingannya, sekitar satu dari lima kehamilan atau 20,6 % berakhir dengan aborsi pada 2020, naik dari 18,4 % pada 2017.
Sementara itu, belum diketahui secara jelas faktor apa saja yang mendorong peningkatan aborsi. Kemungkinannya, salah satu faktor adalah perluasan cakupan program Medicaid, di mana program menyediakan perawatan kesehatan bagi orang Amerika miskin dan berpenghasilan rendah, menurut laporan tersebut.