Kemlu RI Minta Penjelasan Dubes Swedia soal Pembakaran Alquran
Kementerian Luar Negeri RI akan meminta keterangan dari Duta Besar Swedia untuk Indonesia Marina Berg, terkait insiden pembakaran Alquran di Stockholm, Swedia. Pemanggilan ini tindak lanjut setelah Indonesia mengecam aksi pembakaran Alquran di depan Kedutaan Besar Turki di Stockholm, Sabtu (21/1).
Juru Bicara Kemlu Teuku Faizasyah mengkonfirmasi rencana pemanggilan Duta Besar Swedia untuk RI. “Ya, waktunya menyesuaikan (jadwal) pejabat Kemlu RI dengan Dubes Swedia,” kata Faizasyah dikutip dari Antara, Selasa (24/1).
Pembakaran Alquran ini dilakukan oleh seorang ekstremis sayap kanan Swedia-Denmark. Kemlu mengatakan aksi tersebut merupakan penistaan kitab suci serta melukai dan menodai toleransi umat beragama.
“Indonesia mengutuk keras aksi pembakaran kitab suci Alquran oleh Rasmus Paludan, politisi Swedia, di Stockholm,” kata Kemlu RI melalui akun resminya di Twitter pada Minggu (22/1).
Menteri Luar Negeri Swedia Tobias Billstrom telah menanggapi insiden pembakaran Alquran di negaranya.
"Provokasi islamofobia sangat mengerikan. Swedia menjunjung kebebasan berekspresi, tetapi bukan berarti pemerintah Swedia, atau saya sendiri, mendukung pendapat yang diungkapkan," kata Billstrom di Twitter.
Billstrom sebelumnya mengatakan bahwa demonstrasi itu dapat meningkatkan risiko tertundanya pengesahan dari Turki atas permohonan Swedia untuk menjadi anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).
Kantor berita Turki Anadolu melaporkan pemimpin Partai Stram Kurs (Garis Keras), Rasmus Paludan, membakar sebuah buku Alquran atas izin pemerintah dan perlindungan polisi.
Pemerintah Swedia disebut mengizinkan aksi pembakaran Alquran karena menilai bagian dari kebebasan berekspresi dan berpendapat.
Aksi pembakaran itu terjadi selama demonstrasi yang menentang permintaan Turki agar Swedia mengambil langkah tegas melawan Partai Pekerja Kurdistan (PKK), yang dianggap Turki sebagai kelompok teror.
Tahun lalu, Swedia dan Finlandia secara resmi mengajukan diri untuk bergabung dengan NATO.
Turki --yang merupakan salah satu anggota NATO-- menyatakan keberatan dengan rencana bergabungnya kedua negara karena dianggap menoleransi dan bahkan mendukung kelompok teror.