Presiden Ukraina akan Temui Pemimpin NATO dan Biden
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky akan bertemu dengan para pemimpin NATO pada Rabu (12/7) setelah pernyataan lembaga tersebut bahwa masa depan Ukraina berada pada Nato tapi tak juga memberi kejelasan soal status keanggotaan Ukraina.
Zelensky akan bergabung dengan para pemimpin NATO pada hari kedua pertemuan puncak mereka di Vilnius, Lituainia untuk sesi pengukuhan Dewan NATO-Ukraina, sebuah badan yang dibentuk untuk meningkatkan hubungan antara Kyiv dan aliansi militer 31 negara tersebut.
Dia juga akan bertemu secara terpisah dengan Presiden AS Joe Biden saat dia mencari lebih banyak senjata dan amunisi dari Amerika Serikat dan negara-negara NATO lainnya untuk berperang dengan Rusia.
Para pejabat Nato mengatakan, Amerika Serikat, Inggris, Prancis, dan Jerman diperkirakan akan mengeluarkan jaminan kepada Kyiv tentang dukungan keamanan jangka panjang. Dukungan akan diberikan dalam bentuk persenjataan canggih, pelatihan, dan bantuan militer lainnya, kemungkinan segera setelah KTT berakhir. Sementara Negara-negara lain kemungkinan akan bergabung dengan kerangka kerja ini dengan komitmen bilateral mereka sendiri.
Pada rapat umum di Vilnius pada hari Selasa, Zelensky menyatakan kekecewaannya bahwa NATO tidak memberikan batas waktu untuk menyetujui keanggotaan Ukraina, hal yang dianggap tidak masuk akal.
"NATO akan membuat Ukraina lebih aman, Ukraina akan membuat NATO lebih kuat," katanya kepada ribuan orang di Vilnius, banyak yang mengibarkan bendera Ukraina, sementara penembak jitu berjaga di atap rumah.
Namun, dalam pernyataannya pada semalam, ia menegaskan, pertahanan negaranya adalah prioritas utama. "Saya berterima kasih kepada mitra kami atas kesediaan mereka mengambil langkah baru," tulisnya di Twitter.
"Lebih banyak senjata untuk prajurit kami, lebih banyak perlindungan hidup untuk seluruh Ukraina! Kami akan membawa alat pertahanan baru yang penting ke Ukraina.
NATO mengatakan, Ukraina tidak dapat bergabung dengan barisannya sedangkan perang dengan Rusia berlanjut. Para pemimpinnya pada Selasa (12/7) menegaskan kembali deklarasi tahun 2008 bahwa Ukraina akan bergabung dengan NATO, tetapi juga menegaskan bahwa ini tidak akan terjadi secara otomatis setelah perang berakhir.
"Kami akan berada dalam posisi untuk menyampaikan undangan ke Ukraina untuk bergabung dengan aliansi ketika sekutu setuju dan persyaratan terpenuhi," kata para pemimpin dalam deklarasi tertulis.
Pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa NATO perlu melihat kemajuan dalam kemampuan pasukan Ukraina untuk beroperasi dengan pasukan NATO, serta reformasi sektor demokrasi dan keamanan.
Sikap NATO menyoroti perpecahan di antara para anggotanya atas desakan keanggotaan Kyiv. Anggota NATO di Eropa timur mendukung seruan Kyiv untuk rute yang jelas dan cepat menuju keanggotaan, dengan alasan bahwa membawa Ukraina di bawah payung keamanan NATO adalah cara terbaik untuk mencegah Rusia menyerang lagi.
Negara-negara seperti Amerika Serikat dan Jerman lebih berhati-hati, waspada terhadap setiap langkah yang mereka khawatirkan dapat menarik NATO ke dalam konflik langsung dengan Rusia.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengutip prospek Ukraina bergabung dengan NATO sebagai ancaman bagi Rusia. NATO bersikeras itu adalah aliansi defensif tanpa niat menyerang Rusia.
Meskipun tidak mendapatkan apa yang diinginkannya pada keanggotaan di KTT, Ukraina telah menerima janji senjata baru dari anggota NATO.
Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan Paris akan memasok rudal jelajah jarak jauh. Jerman mengumumkan bantuan baru senilai 700 juta euro, termasuk dua peluncur rudal pertahanan udara Patriot dan lebih banyak tank dan kendaraan tempur.