Presiden Brasil: Grup Negara Maju G7 Tak Perlu Ada, Ketinggalan Zaman
Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva menyebut, kelompok negara ekonomi maju G7 seharusnya tidak perlu ada. Ini karena sudah terbentuk kelompok ekonomi maju dan berkembang, G20 yang lebih besar.
"Saya berharap sekali dan untuk semua orang melihat bahwa membahas politik di G7 sudah ketinggalan zaman. Setelah G20 seharusnya tidak ada G7," ujarnya seperti dikutip dari Reuters, Jumat (4/8).
Ia juga menilai kelompok negara berkembang BRICS yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan seharusnya mengizinkan anggota baru bergabung sepanjang memenuhi persyaratan.
Negaranya merupakan salah satu anggota yang mendasarkan nama kelompok BRICS. Namun, presiden Brasil ini mengindikasikan bahwa hal itu dapat berubah untuk membuat kelompok lima negara tersebut menjadi lebih kuat.
"Saya pikir sangat penting bagi Arab Saudi untuk bergabung dengan BRICS dan Uni Emirat Arab, jika mereka mau. Argentina juga," katanya.
Lula mengatakan Bank Pembangunan Baru yang dibuat oleh BRICS juga harus lebih murah hati daripada Dana Moneter Internasional. "Bank itu ada untuk membantu menyelamatkan negara dan bukan membantu negara yang tenggelam, seperti yang sering dilakukan IMF," ujarnya.
Lula juga tengah mencoba membentuk kelompok negara netral untuk menjalankan pembicaraan damai antara Ukraina dan Rusia. ia sempat dikritik karena mengatakan bahwa Rusia dan Ukraina sama-sama bertanggung jawab atas meletusnya perang.
Menurut dia, negaranya siap bekerja untuk perdamaian di Ukraina. Namun, Lula menilai, pemimpin Rusia dan Ukraina saat ini belum siap untuk membicarakan perdamaian.
"Baik Putin maupun Zelenskiy belum siap," kata Lula.
Ia mengatakan, proposal perdamaian yang dibentuk oleh Brasil dengan negara lain akan siap ketika Rusia dan Ukraina bersedia untuk bernegosiasi. "Peran Brasil adalah mencoba mencapai proposal perdamaian bersama dengan yang lain ketika kedua negara menginginkannya," katanya.
Presiden sayap kiri, yang terpilih tahun lalu untuk masa jabatan ketiga ini juga mengecam kekuatan Barat yang mendukung Ukraina dan anggota tetap Dewan Keamanan PBB karena tidak menghentikan perang. "Dewan Keamanan PBB tidak bekerja. Amerika Serikat menginvasi Irak, Prancis dan Inggris menginvasi Libya, sekarang Rusia. Dan setiap orang memiliki hak veto," katanya.