Sejarah Konflik Israel-Palestina yang Terjadi Hingga Kini

Annisa Fianni Sisma
Oleh Annisa Fianni Sisma - Agung Jatmiko
10 Oktober 2023, 21:43
Sejarah konflik Israel-Palestina
Katadata
Ilustrasi, konflik Israel-Palestina

Konflik antara Israel dan Palestina adalah salah satu konflik terpanjang dan paling kompleks dalam sejarah dunia modern. Konflik ini berakar pada pertengahan abad ke-20, dan penyebabnya melibatkan faktor-faktor sejarah, agama, budaya, dan politik yang rumit.

Terbaru, Israel melakukan pemboman besar-besaran di jalur Gaza sepanjang Senin malam (9/10). Berdasarkan laporan Al Jazeera, sebanyak 1.500 orang dilaporkan tewas akibat serangan tersebut. Gempuran Israel di jalur Gaza ini merupakan respons atas serangan Hamas, yang menembakkan 2.200 roket ke arah Israel selatan dan tengah, termasuk Tel Aviv dan Yerusalem.

Konflik antara Israel dan Palestina memiliki akar yang sangat kompleks, dengan banyak faktor yang telah memainkan peran dalam memicu dan memperpanjang konflik tersebut. Beberapa penyebab utama konflik ini antara lain hak kepemilikan tanah yang sama di wilayah Palestina, yang mencakup Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Yerusalem Timur.

Pembentukan negara Israel pada 1948 adalah salah satu titik awal konflik. Itu menghasilkan perang Arab-Israel pertama, dengan negara-negara Arab menentang pembentukan Israel. Berikut ini sejarah konflik Israel-Palestina yang telah berjalan sejak pertengahan abad ke-20.

ISRAEL-PALESTINIANS/WEATHER
ISRAEL-PALESTINIANS/WEATHER (ANTARA FOTO/REUTERS/Mohammed Salem)

Awal Mula Konflik Israel-Palestina

Pada awal abad ke-20, wilayah Palestina adalah bagian dari Kesultanan Utsmaniyah. Namun, pada 1916 wilayah ini berada di bawah kekuasaan Inggris dan Prancis. Kedua negara ini berkomitmen untuk membagi wilayah tersebut setelah perang berakhir, sesuai dengan Perjanjian Sykes-Picot.

Pada 1917, Menteri Luar Negeri Inggris, Arthur Balfour, mengeluarkan deklarasi yang mendukung pembentukan "Tanah Air Nasional Bagi Orang-orang Yahudi" di Palestina. Kemudian, setelah Perang Dunia I, Liga Bangsa-Bangsa atau League of Nations memberikan Inggris mandat penuh atas Palestina. Pada masa pendudukan Inggris inilah, imigrasi Yahudi ke Palestina meningkat.

Imigrasi secara besar-besaran ini, memicu ketegangan antara penduduk Arab Palestina dan orang-orang Yahudi yang datang. Meski demikian, tensi atau ketegangan yang timbul, belum menjadi konflik.

Imigrasi orang-orang Yahudi semakin meningkat pada masa Perang Dunia II, karena banyak dari mereka menghindari tekanan yang dilakukan oleh rezim Nazi di Jerman.

Pada masa rezim Nazi yang dipimpin oleh Adolf Hitler, pemerintah Jerman banyak menangkap orang Yahudi, dan menempatkan mereka dalam kamp-kamp militer. Hal ini membuat banyak orang Yahudi yang berada di Eropa pergi. Salah satu tujuannya, adalah Palestina, yang dalam kepercayaan Yahudi merupakan "Tanah yang Dijanjikan Tuhan".

Meski demikian, imigrasi tersebut tidak sepenuhnya berjasil. Sebab, Inggris selaku penguasa di Palestina membatasi kedatangan orang-orang Yahudi, yang kemudian membuat maraknya imigran ilegal.

Imigrasi ilegal ini berhasil digagalkan oleh Inggris yang memblokade jalur masuk dengan mengerahkan delapan kapal perang di perairan sekitar Palestina. Para imigran itu pun gagal masuk ke Palestina dan kemudian ditahan di kamp pengungsi di Siprus. Beberapa di antaranya juga ditahan di Palestina dan Mauritius.

Situasi inilah yang membangkitkan adanya perlawanan dari kelompok bersenjata Yahudi di Palestina, yang menebar teror. Aksi teror ini dilakukan oleh kelompok sayap kanan Zionis, Irgun.

Kondisi yang darurat ini membuat banyak negara meminta agar Inggris membuka jalur imigrasi Yahudi ke Palestina. Pada 20 April 1946, Komite Gabungan Inggris-Amerika Serikat yang dibentuk PBB, merekomendasikan 100.000 orang Yahudi bermigrasi ke Palestina.

Namun hal ini ditolak oleh Pemerintah Arab, sehingga Inggris pun merasa tidak mampu lagi mengelola Palestina, dan pada akhirnya memberikan mandat pengelolaan Palestina kepada PBB.

Ketegangan semakin memanas saat PBB mengusulkan rencana pembagian Palestina menjadi dua negara, yakni satu untuk Yahudi dan satu Arab. Usulan tersebut kemudian disetujui meski mendapat penolakan dari sejumlah negara Arab. Kemudian, pada 14 Mei 1948, David Ben-Gurion, pemimpin Komite Nasional Yahudi di Palestina, mengumumkan berdirinya negara Israel.

Sehari setelah proklamasi kemerdekaan tersebut, pasukan dari lima negara Arab, yakni Mesir, Yordania, Suriah, Irak, dan Libanon, menyerbu wilayah Israel. Lima negara ini berargumentasi, bahwa serangan ini adalah dalam mendukung hak-hak Palestina dan mencegah pendirian negara Yahudi di tanah tersebut.

Meski diserang oleh lima negara, Israel tidak goyah. Pasalnya, pasukan Israel secara umum memiliki keunggulan dalam hal pemimpin militer dan persenjataan yang lebih baik, karena mendapat bantuan dari AS. Alhasil, pasukan dari lima negara Arab justru terdesak.

Di akhir perang tersebut, Israel malah memegang kendali atas wilayah yang lebih luas daripada yang diamanatkan oleh PBB. Meski memenangkan perang, konflik antara Israel dan Palestina tidak reda, bahkan cenderung meningkat eskalasinya di kemudian hari.

Konflik Semakin Memanas

Pasca Perang Arab-Israel yang dimenangkan oleh Israel, konflik yang terjadi tidak begitu saja mereda, melainkan semakin memanas. Berakhirnya perang tidak segera diikuti dengan resolusi yang mampu mengakomodir Israel maupun Palestina. Sebaliknya, Israel justru semakin menambah wilayah.

Selama beberapa dekade, konflik ini telah mengalami berbagai insiden, perang, dan ketegangan. Berikut adalah beberapa konflik signifikan dalam sejarah konflik Israel-Palestina.

1. Perang Enam Hari (1967)

Israel meluncurkan serangan mendadak terhadap negara-negara Arab di sekitarnya pada 1967 dan merebut wilayah yang signifikan, termasuk Tepi Barat, Jalur Gaza, Semenanjung Sinai, dan Dataran Tinggi Golan.

2. Perang Yom Kippur (1973)

Pada 1973, negara-negara Arab meluncurkan serangan mendadak pada hari Yom Kippur, yang mengakibatkan perang berkepanjangan antara Israel dan koalisi negara-negara Arab. Perang berakhir setelah AS merintis Perjanjian Camp David pada 1978, yang menyatukan Israel dan Mesir dalam perdamaian.

Konflik ini menghasilkan perubahan signifikan dalam dinamika politik Timur Tengah, termasuk peningkatan peran AS dalam menengahi konflik di kawasan tersebut. Pihak Arab memang tidak mencapai tujuan militer yang signifikan, namun perang ini menggugah kesadaran internasional tentang konflik Israel-Palestina dan memberikan dorongan bagi negosiasi perdamaian.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...