Bantuan Amunisi Canggih AS Mendarat di Israel, Sekolah di Gaza Dibom
Militer Israel mengatakan pesawat pertama yang membawa amunisi “canggih” Amerika Serikat telah mendarat di Israel. Presiden AS Joe Biden mengatakan bahwa pihaknya mengirimkan pasokan baru berupa pertahanan udara, amunisi, dan bantuan keamanan lainnya kepada sekutunya untuk memerangi Hamas.
"Perangkat keras militer akan memungkinkan serangan signifikan dan persiapan untuk skenario tambahan”, tulis pernyataan Israel, seperti dikutip dari Al Jazeera, Rabu (11/10).
Sementara itu Pusat Komando Pusat AS menyatakan, Kapal induk USS Gerald R Ford telah tiba di Mediterania timur. Kapal induk ini mencakup delapan skuadron pesawat serang dan pendukung. Kapal ini didampingi oleh kapal penjelajah USS Normandy serta kapal perusak USS Thomas Hudner, USS Ramage, USS Carney dan USS Roosevelt.
“Kedatangan pasukan berkemampuan tinggi ini ke wilayah tersebut merupakan sinyal pencegahan yang kuat jika ada pihak yang memusuhi Israel mempertimbangkan untuk mencoba mengambil keuntungan dari situasi ini,” kata Jenderal Michael Kurilla, komandan Komando Pusat AS, dalam sebuah pernyataan.
Biden Tuding Hamas Teroris
Presiden Amerika Serikat Joe Biden telah menjanjikan dukungan yang tak tergoyahkan untuk Israel ketika militernya menghantam Gaza dengan pemboman. Serangan tersebut merupakan balasan dari serangan Palestina Hamas ke wilayah Israel akhir pekan lalu.
Dalam pidatonya di Gedung Putih pada hari Selasa (10/10), Biden mengatakan bahwa AS akan memberikan bantuan militer tambahan kepada Israel, yang sejak itu menyatakan perang terhadap Hamas.
Dia juga menggarisbawahi kebrutalan serangan Hamas yang menewaskan ratusan orang dan menyebabkan puluhan lainnya ditawan. Biden membandingkan Hamas dengan ISIL (ISIS), dan menuduhnya sebagai “terorisme”.
“Inilah yang mereka maksud dengan tragedi kemanusiaan, sebuah kekejaman dalam skala yang mengerikan,” kata Biden. “Kami akan terus bersatu, mendukung rakyat Israel yang menderita kerugian yang sangat besar dan menentang kebencian dan kekerasan terorisme,” ujar Biden.
Sekolah di Gaza Dibom
Berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan, Israel masih serangan udara Israel sejak akhir pekan lalu telah mengakibatkan 900 kematian di Gaza, termasuk 260 anak-anak dan 230 wanita. Sementara 4.500 orang lainnya terluka.
Di sisi lain, sebanyak 1.000 orang Israel diperkirakan tewas akibat serangan Hamas.
Sementara itu berdasarkan laporan Al Jazeera, serangan udara Israel terhadap lingkungan perumahan telah membuat sekitar 140.000 warga mengungsi ke tempat penampungan dan rumah sakit PBB. Ribuan orang tidak punya pilihan selain mencari perlindungan di ruang publik dan sekolah yang penuh sesak.
Selain blokade ketat Israel, kehancuran yang diakibatkan oleh pemboman tersebut semakin mempersempit ruang bagi mereka untuk hidup, bertahan hidup, dan bernapas. Seluruh keluarga menjadi tunawisma, dan lingkungan mereka rata dengan tanah. Di seberang Jalur Gaza, gumpalan asap menutupi cakrawala.
“Saat kami keluar, yang kami pikirkan hanyalah Israel mungkin akan mengancam kami untuk pergi untuk menghilangkan rasa takut di hati kami,” kata salah seorang warga Gaza, Jamal.
Jamal kehilangan rumahnya yang kini telah menjadi puing-puing. Dia dan keluarganya mengungsi ke sekolah.
“Kami melarikan diri ke sekolah terdekat demi keselamatan, namun kami berdesakan di sini bersama ratusan orang lainnya. Tidak ada tempat, dan anak-anak kami menangis hingga tertidur setiap malam,” ujarnya.
Sekolah juga bukan lagi tempat yang aman. Menurut UNRWA, setidaknya empat sekolah di Gaza mengalami kerusakan akibat pemboman Israel. “Kami pikir datang ke sekolah akan melindungi kami, namun bahkan di sini, kami terus-menerus hidup dalam ketakutan,” kata warga Palestina lainnya, Zainab Matar.
Penampungan di sekolah juga dihantui dengan kekurangan makanan, bahan bakar, obat-obatan, dan listrik. Kini, Israel mengatakan akan memotong bahkan pasokan penting tersebut – sebuah keputusan yang menurut hukum internasional dapat dianggap sebagai kejahatan perang.
Saat ini, kebutuhan dasar sudah terbatas. “Kami hampir tidak punya cukup makanan untuk memberi makan anak-anak kami,” kata Zainab Matar.
“Air minum yang bersih adalah sebuah kemewahan, dan kami tidak dapat menjaga anak-anak kami tetap hangat di malam hari karena kami tidak memiliki pakaian yang layak.”
Aseel, warga pengungsi lainnya, juga ketakutan. “Kami tidak mengerti mengapa sekolah-sekolah, tempat orang-orang yang tidak bersalah mencari perlindungan, dibom,” katanya.