Perbatasan Rafah Dibuka, Bantuan Kemanusiaan Mulai Masuk ke Gaza
Perbatasan Rafah antara Mesir dan Gaza telah dibuka untuk mengalirkan sejumlah kecil bantuan yang sangat dibutuhkan bagi warga Palestina yang kekurangan makanan, obat-obatan dan air di wilayah yang dikepung Israel.
Mengutip Al Jazeera, konvoi 20 truk bantuan kemanusiaan memasuki Jalur Gaza pada Sabtu (21/10) dari Mesir, membawa obat-obatan dan persediaan makanan. Lebih dari 200 truk yang membawa sekitar 3.000 ton bantuan telah ditempatkan di dekat persimpangan selama berhari-hari sebelum menuju ke Gaza.
"Konvoi bantuan bantuan yang masuk mencakup 20 truk yang membawa obat-obatan, perbekalan medis, dan persediaan makanan kaleng dalam jumlah terbatas," kata kantor media Hamas sebelumnya.
Israel memblokade wilayah tersebut dan melancarkan gelombang serangan udara menyusul serangan pejuang Hamas pada 7 Oktober di kota-kota di Israel selatan.
Israel telah menutup wilayah tersebut selama dua minggu, memaksa warga Palestina untuk menjatah makanan dan meminum air kotor dari sumur. Rumah sakit mengatakan mereka kehabisan obat-obatan dan bahan bakar untuk generator darurat di tengah pemadaman listrik di seluruh wilayah.
Banyak orang di Gaza, yang hanya makan satu kali sehari dan tidak memiliki cukup air untuk minum, sangat menantikan bantuan. Rumah sakit juga sangat membutuhkan pasokan medis dan bahan bakar untuk generator.
Selain bahan makanan, ancaman yang dihadapi warga Gaza adalah merebaknya kolera dan penyakit menular mematikan lainnya jika bantuan kemanusiaan yang mendesak tidak diberikan.
Israel memutus pipa airnya ke Gaza, bersama dengan pasokan bahan bakar dan listrik untuk pembangkit listrik tenaga air dan fasilitas pengolahan air limbah, setelah mengumumkan blokade total terhadap wilayah kantong Palestina tersebut menyusul serangan Hamas.
Sebagian besar dari 65 stasiun pompa limbah di Gaza dan kelima fasilitas pengolahan air limbahnya terpaksa menghentikan operasinya. Menurut Oxfam, limbah yang tidak diolah kini dibuang ke laut sementara limbah padat diletakkan di jalanan.
Pabrik desalinasi telah berhenti berfungsi dan pemerintah kota tidak dapat memompa air ke daerah pemukiman karena kekurangan listrik. Beberapa orang di Gaza mengandalkan air keran dari satu-satunya akuifer di wilayah tersebut, yang terkontaminasi dengan limbah dan air laut, atau terpaksa meminum air laut. Banyak juga warga Gaza yang terpaksa minum dari sumur pertanian.