Rusia - Cina Veto Resolusi AS Agar PBB Ambil Tindakan di Israel-Gaza
Rusia dan Cina memveto desakan Amerika Serikat (AS) agar Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengambil tindakan atas konflik Israel-Hamas, pada Rabu (25/10). AS menyerukan gencatan senjata dalam pertempuran untuk memungkinkan akses bantuan kemanusiaan, perlindungan warga sipil, serta penghentian persenjataan Hamas dan militan lainnya di Jalur Gaza.
Reuters melaporkan, Amerika Serikat mengajukan rancangan resolusi ini pada Sabtu lalu, ketika protes global meningkat atas krisis kemanusiaan yang memburuk dan bertambahnya jumlah korban sipil di Gaza. Langkah ini diambil hanya beberapa hari setelah AS memveto rancangan resolusi dari Brasil yang berfokus pada kemanusiaan. AS beralasan masih perlu lebih banyak waktu untuk diplomasi yang dipimpin oleh negara adidaya tersebut.
Usulan resolusi yang diajukan AS mengejutkan banyak diplomat karena menyatakan bahwa Israel memiliki hak untuk mempertahankan diri. Resolusi itu juga menuntut Iran untuk berhenti mengekspor senjata ke kelompok-kelompok militan. Usulan tersebut tidak menyertakan seruan gencatan senjata demi kemanusiaan dan memberikan akses pengiriman bantuan.
"Kami telah mendengarkan Anda semua," ujar Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield kepada 15 anggota Dewan Keamanan setelah veto ganda, yang ia gambarkan sebagai hal yang mengecewakan. "Meskipun pemungutan suara hari ini merupakan sebuah kemunduran, kita tidak boleh patah semangat."
Ini merupakan langkah yang jarang dilakukan oleh AS untuk menyarankan Dewan Keamanan mengambil tindakan terhadap Israel dan Hamas. Washington secara tradisional melindungi sekutunya, Israel, di badan dunia tersebut. Sepuluh anggota memberikan dukungan untuk usulan AS, sementara Uni Emirat Arab menolak, sedangkan Brasil dan Mozambik abstain.
"Rancangan tersebut tidak mencerminkan seruan terkuat dunia untuk gencatan senjata, mengakhiri pertempuran, dan tidak membantu menyelesaikan masalah ini," kata Duta Besar Cina untuk PBB Zhang Jun dihadapan DK PBB setelah pemungutan suara, seperti dikutip Reuters. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres juga telah menyerukan gencatan senjata demi kemanusiaan.
Pemungutan Suara di Majelis Umum PBB
Setelah DK PBB menghadapi kebuntuan, Majelis Umum PBB yang beranggotakan 193 negara akan melakukan pemungutan suara pada hari Jumat (27/10) mengenai rancangan resolusi yang diajukan oleh negara-negara Arab yang menyerukan gencatan senjata. Tidak ada negara yang memiliki hak veto di Majelis Umum. Resolusi Majelis Umum PBB tidak mengikat, namun memiliki bobot politik.
Israel telah bersumpah untuk memusnahkan Hamas sebagai pembalasan atas serangan 7 Oktober yang menewaskan 1.400 orang. Israel telah menyerang Gaza dari udara, memberlakukan pengepungan di daerah kantong berpenduduk 2,3 juta orang itu dan mempersiapkan invasi darat. Otoritas Palestina mengatakan lebih dari 6.500 orang telah terbunuh dalam serangan Israel.
Duta Besar Rusia untuk PBB, Vassily Nebenzia, menuduh AS telah mengajukan rancangan resolusi yang merepresentasikan otorisasi Dewan Keamanan atas serangan darat di Gaza oleh Israel. "Sementara ribuan anak-anak Palestina akan terus mati," ujarnya.
Setelah veto ganda, DK PBB kemudian melakukan pemungutan suara atas rancangan resolusi Rusia yang menyerukan gencatan senjata kemanusiaan dan penarikan kembali perintah Israel agar warga sipil di Gaza pindah ke selatan menjelang serangan darat.
Namun, Rusia gagal mendapatkan jumlah dukungan minimum yang dibutuhkan dan hanya memenangkan empat suara. Sebuah resolusi membutuhkan setidaknya sembilan suara untuk diadopsi dan tidak boleh ada veto dari Amerika Serikat, Prancis, Inggris, Rusia, atau Cina.
Ini adalah upaya kedua Rusia untuk mengajukan resolusi. Hanya lima anggota dewan yang memberikan suara mendukung usulan Rusia pada 16 Oktober.
Sepuluh anggota Dewan Keamanan yang terpilih sekarang berencana untuk bekerja pada rancangan resolusi baru, kata Duta Besar Malta untuk PBB, Vanessa Frazier. "Krisis ini juga diliputi oleh risiko yang semakin meningkat dari penyebaran regional. Hal ini menuntut perhatian penuh dari kita semua. Kita memiliki tugas dan kewajiban untuk bertindak," katanya.