Ekonomi yang Lemah dan Dampak Covid-19 Akan Susutkan Populasi Cina

Hari Widowati
9 Januari 2024, 17:26
Populasi Cina kemungkinan turun pada 2023 karena lonjakan kematian terkait Covid-19 setelah negara tersebut secara tiba-tiba mengakhiri karantina wilayah yang ketat.
ANTARA FOTO/Desca Lidya Natalia/rwa.
Populasi Cina kemungkinan turun pada 2023 karena lonjakan kematian terkait Covid-19 setelah negara tersebut secara tiba-tiba mengakhiri karantina wilayah yang ketat.
Button AI Summarize

Populasi Cina kemungkinan turun pada 2023 karena lonjakan kematian terkait Covid-19 setelah negara tersebut secara tiba-tiba mengakhiri karantina wilayah yang ketat. Kepercayaan yang lemah terhadap prospek ekonomi terbesar kedua di dunia itu juga membuat angka kelahiran tertekan.

Para ahli demografi memperkirakan data populasi yang akan dirilis pada 17 Januari menunjukkan jumlah kelahiran baru pada 2023 turun di bawah angka  9,56 juta yang dicatatkan pada 2022. Ini merupakan penurunan yang terjadi selama dua tahun berturut-turut.

Menurut laporan Reuters, angka kelahiran di Tiongkok telah menurun sejak 2016. Masalah yang sudah berlangsung lama seperti ketidaksetaraan gender dan biaya pengasuhan anak yang tinggi mengurangi minat penduduk Cina untuk memiliki anak.

Cina juga menghadapi masalah pengangguran kaum muda yang mencapai rekor tertinggi, upah bagi banyak pegawai negeri dan pekerja kerah putih yang turun, dan krisis di sektor properti. Data-data tersebut akan menambah kekhawatiran bahwa prospek pertumbuhan ekonomi Tiongkok akan melambat karena berkurangnya jumlah pekerja dan konsumen. Sementara itu, biaya untuk perawatan orang lanjut usia (lansia) dan tunjangan pensiun semakin membebani pemerintah daerah yang memiliki banyak utang.

"Pemulihan ekonomi yang lebih lambat dari perkiraan dan ketidakpastian masa depan di Cina memainkan peran yang lebih besar dalam kesuburan dibandingkan dengan efek positif yang muncul dari pencabutan pembatasan Covid-19," kata Xiujian Peng, peneliti senior di Pusat Studi Kebijakan di Victoria University di Melbourne, seperti dikutip Reuters.

Cina melaporkan 121.889 total kematian akibat Covid-19 kepada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Sebagian besar kematian itu terjadi setelah Cina melonggarkan lockdown atau pembatasan sosial yang ketat. Badan PBB telah mengkritik Beijing karena tidak melaporkan jumlah kematian yang sebenarnya, yang berulang kali dibantah oleh para pejabat.

Krematorium yang kewalahan dan tekanan pada dokter untuk tidak mengklasifikasikan kematian sebagai kematian terkait Covid-19 telah memicu kecurigaan atas transparansi data di Cina. Dalam sebuah langkah yang jarang terjadi pada bulan Juli lalu, Provinsi Zhejiang yang merupakan rumah bagi 5% populasi negara itu, melaporkan lonjakan 70% dalam kremasi pada bulan Januari-Maret tahun lalu. Namun, data tersebut telah dihapus.

Sebuah studi oleh Fred Hutchinson Cancer Center yang berbasis di Seattle memperkirakan 1,87 juta kematian terjadi pada penduduk Cina yang berusia di atas 30 tahun pada periode Desember 2022 dan Januari 2023.

Ahli demografi dari University of Michigan Zhou Yun mengatakan bahwa data minggu depan mungkin akan melaporkan penurunan populasi yang terlalu rendah untuk menyembunyikan besarnya dampak Covid-19. "Pelaporan data populasi di Cina merupakan masalah demografis dan peristiwa politik," katanya.

Penurunan populasi terjadi ketika Tiongkok bergulat dengan tantangan demografi yang menua dengan cepat. Jumlah orang yang berusia lebih dari 60 tahun diperkirakan akan meningkat dari sekitar 280 juta saat ini menjadi lebih dari 400 juta pada tahun 2035.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...