Kerusuhan dan Penjarahan di Papua Nugini, 16 Orang Tewas
Pemerintah mengumumkan keadaan darurat di ibu kota Papua Nugini setelah sedikitnya 16 orang tewas dalam kerusuhan. Perdana Menteri Papua Nugini James Marape mengatakan lebih dari 1.000 tentara disiagakan untuk mengambil tindakan yang diperlukan.
Toko-toko dan mobil-mobil dibakar, supermarket-supermarket dijarah, pada Rabu (10/1). Kerusuhan ini timbul setelah polisi melakukan mogok kerja karena pemotongan gaji, yang menurut pihak berwenang adalah sebuah kesalahan. Inflasi dan tingginya angka pengangguran menjadi faktor lain yang memantik kerusuhan.
"Melanggar hukum tidak akan mencapai hasil yang pasti," kata Marape dalam sebuah pidato nasional, Kamis (11/1). Dia mengumumkan keadaan darurat di Port Moresby akan berlangsung selama 14 hari.
Meskipun sebagian besar kekerasan telah diredam setelah tentara dikerahkan dan polisi kembali bertugas, pada Rabu malam, perdana menteri mengakui bahwa situasinya "masih tegang".
Menurut laporan BBC, penduduk setempat mengatakan ketiadaan polisi mendorong orang-orang dari pinggiran ibu kota untuk menjarah toko-toko dan menyebabkan kerusakan yang lebih luas.
"Kami telah melihat tingkat perselisihan yang belum pernah terjadi sebelumnya di kota kami, sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah kota kami dan negara kami," kata Gubernur Distrik Ibu Kota Nasional Powes Parkop dalam sebuah pidato radio, pada Rabu (10/1), seperti dilansir kantor berita Reuters.
Ia mengatakan bahwa penjarahan sebagian besar dilakukan oleh "para oportunis". Beberapa kasus kekerasan juga dilaporkan telah dilakukan oleh para demonstran polisi.
Kerusuhan terjadi setelah polisi dan pegawai negeri lainnya melakukan aksi mogok kerja di luar parlemen setelah mengetahui bahwa gaji mereka telah dikurangi hingga 50% dalam cek gaji terakhir mereka.
Menanggapi hal ini, Marape mengatakan bahwa pemotongan gaji tersebut merupakan kesalahan komputer. Akibatnya, gaji para pegawai negeri dan polisi terpotong hingga US$100 atau sekitar Rp 1,5 juta. Ia mengatakan bahwa kesalahan administrasi tersebut akan diperbaiki pada pembayaran bulan depan.
Namun, jawaban ini tidak dapat diterima oleh banyak pengunjuk rasa. Beberapa pengunjuk rasa mencoba merangsek masuk ke dalam gedung parlemen. Sebuah rekaman video menunjukkan orang-orang membakar sebuah mobil di luar kompleks perdana menteri dan menyerbu gerbang.
Banyak yang menunjuk pada klaim di media sosial bahwa pemerintah menaikkan pajak penghasilan tetapi hal ini dibantah oleh pemerintah.
"Media sosial menangkap informasi yang salah ini, informasi yang keliru," ujar Marape seperti dikutip New York Times. Ia menambahkan bahwa orang-orang telah mengambil keuntungan dari ketidakhadiran polisi di jalanan.
Kemiskinan, Pengangguran, dan Tekanan Inflasi
Warga Port Moresby, Maholopa Laveil, mengatakan kepada BBC bahwa kaum oportunis telah mengobrak-abrik kota, membakar banyak bangunan, minimarket, dan mencuri mobil. Kekerasan terburuk terjadi pada siang hari.
Laveil, yang juga dosen ekonomi di Universitas Papua Nugini, juga mengatakan bahwa sebagian besar orang yang menjarah tampaknya berasal dari permukiman yang lebih miskin di luar kota. Mereka datang ketika mereka mendengar bahwa polisi telah mundur dan tidak lagi menjaga kota.
Masyarakat di pinggiran kota sangat miskin dan tidak memiliki pekerjaan sehingga banyak yang melakukan kejahatan dan pelanggaran hukum di kota. "Banyak yang sangat menderita karena tidak memiliki pekerjaan dan tertekan inflasi. Mereka keluar dalam jumlah banyak untuk mendapatkan apa yang mereka bisa dari toko-toko terdekat," katanya.
Para petugas ambulans mengatakan bahwa mereka telah merawat beberapa korban luka-luka penembakan. Sementara itu, Kedutaan Besar AS melaporkan adanya tembakan di dekat kompleksnya.
Kedutaan Besar Cina juga telah mengajukan keluhan kepada pemerintah PNG, mengatakan bahwa beberapa bisnis Cina diserang dan dua warga negara Cina terluka.
"Kedutaan Besar Cina di Papua Nugini telah menyampaikan keluhan serius kepada pihak Papua Nugini atas serangan-serangan terhadap toko-toko Cina," kata Kedutaan Cina di WeChat.