G7 Akan Mengadopsi Rekomendasi IEA untuk Mendorong Transisi Energi
Para menteri iklim, energi dan lingkungan hidup negara-negara G7 memberikan pengakuan terhadap kerja Badan Energi Internasional atau International Energy Agency (IEA). Blok negara-negara maju ini, juga berjanji untuk lebih meningkatkan ketahanan energi, serta memajukan transisi energi ramah lingkungan.
Dalam komunike setelah pertemuan dua hari di Turin, Selasa (30/4), di bawah keketuaan Italia pada 2024, para menteri negara-negara G7 berjanji memperkuat keamanan energi dan menjaga tujuan membatasi pemanasan global hingga 1,5 °C dengan mengambil tindakan untuk mencapai tujuan energi ambisius yang ditetapkan pada pertemuan KTT iklim COP28 di Dubai pada Desember 2023.
Dalam melakukan hal ini, negara-negara G7 secara ekstensif mengutip analisis, rekomendasi dan kegiatan IEA di bidang bahan bakar dan teknologi, serta meminta IEA mengambil peran utama dalam mewujudkan komitmen ketahanan energi dan iklim terkini, dengan menguraikan jalur ke depan, serta mengevaluasi hasilnya.
Fokus pada Hasil COP28
Para Menteri G7 di Turin menggarisbawahi fokus pada implementasi hasil energi COP28, yang mencakup tujuan seperti meningkatkan tiga kali lipat kapasitas energi terbarukan global dan menggandakan peningkatan efisiensi energi global pada 2030, serta mempercepat transisi dari bahan bakar fosil dengan cara yang adil, teratur dan merata.
Merujuk pada analisis IEA baru-baru ini, para menteri G7 menegaskan kembali komitmen terhadap target peningkatan energi terbarukan sebanyak tiga kali lipat, serta menegaskan komitmen untuk mencapai sektor ketenagalistrikan yang sepenuhnya atau sebagian besar terdekarbonisasi pada 2035, sembari membuat janji-janji baru yang penting untuk membantu mencapai tujuan tersebut.
Mengutip laporan khusus IEA, negara-negara G7 menetapkan tujuan peningkatan penyimpanan energi global lebih dari enam kali lipat antara 2022 dan 2030. Ini sangat penting untuk memastikan pasokan energi yang stabil, karena semakin banyak listrik yang dihasilkan dari energi terbarukan. Baterai kemungkinan besar menyumbang sebagian besar peningkatan kapasitas penyimpanan daya.
Selain itu, para menteri G7 berjanji untuk meningkatkan secara signifikan investasi pada jaringan listrik. Hal ini dilakukan dengan memperhatikan analisis IEA, yang menyatakan bahwa investasi perlu ditingkatkan hampir dua kali lipat pada 2030 menjadi lebih dari US$ 600 miliar per tahun. Ini untuk memenuhi target iklim yang telah diumumkan oleh berbagai negara.
Para menteri G7 juga meminta IEA untuk menentukan seperti apa transisi global yang aman dari bahan bakar fosil dalam praktiknya, serta menyerukan kepada badan tersebut untuk memberikan rekomendasi pada 2025 kepada para pengambil kebijakan, tentang bagaimana merancang peta jalan untuk mengimplementasikannya.
Ini termasuk rekomendasi mengenai jalur teknologi dan jangka waktu yang memungkinkan transisi, serta pengurangan permintaan bahan bakar fosil. Negara-negara G7 juga secara khusus meminta IEA untuk melaporkan pada 2025 mengenai tindakan untuk menghentikan pembangkit listrik tenaga batu bara secara global.
IEA sendiri telah lama mendukung negara-negara G7, yakni Kanada, Perancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat (AS), serta negara-negara mitra mereka dalam isu energi dan iklim.
Komunike yang disepakati di Turin, juga merujuk pada hasil kerja IEA pada beberapa topik, seperti keamanan gas alam, dekarbonisasi industri dan transportasi, inovasi teknologi energi, emisi metana, dan subsidi bahan bakar fosil. Lalu, topik terkait kota pintar, transisi yang adil dan inklusif, dan pengembangan energi berkelanjutan di Afrika.
Direktur Eksekutif IEA Fatih Birol mengatakan, pihaknya akan membantu menjaga momentum energi dan iklim antara G7 dan forum multilateral lainnya, seperti G20 dan COP, pada isu-isu penting.
"Isu yang penting untuk dikawal, adalah memastikan transisi yang adil dan inklusif yang berpusat pada masyarakat serta meningkatkan keterjangkauan dan akses energi," kata Birol dalam keterangan resmi, dikutip Rabu (1/5).