Amerika dan Uni Eropa Boikot Pelantikan Putin Imbas Perang Ukraina
Amerika Serikat dan sebagian besar negara Uni Eropa memboikot pelantikan Presiden Rusia, Vladimir Putin, yang berlangsung Selasa (7/5) waktu setempat. Pemboikotan dilakukan terkait langkah Rusia yang sudah menginvasi Ukraina selama dua tahun lebih.
“Tidak, kami tidak akan mengirimkan perwakilan dalam upacara pelantikannya,” kata Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS, Mathhew Miller, dilansir dari The Guardian, Rabu (8/5).
Miller mengatakan, pihaknya tidak sepakat Pemilu Rusia berlangsung bebas dan adil. Namun, AS mengakui Putin adalah Presiden Rusia dan bakal terus melanjutkan jabatan itu.
Inggris dan Kanada menyatakan tidak akan mengirimkan perwakilan mereka ke acara itu pada Selasa (7/5). Sehari setelah pengumuman yang mengatakan Rusia bakal mengadakan latihan senjata nuklir takis.
Melansir The Guardian, Prancis menjadi negara NATO yang hadir dalam pelantikan ini. Negara tersebut mengirimkan duta besarnya, Pierre Levy, ke Moskow. Negara Eropa lain yang juga mengirimkan utusannya adalah Hungaria, Slovakia, Yunani, Malta, dan Siprus.
Meski demikian, Prancis dan negara Uni Eropa lainnya diperkirakan tetap mengirimkan utusan, kendati sudah ada permohonan dari Kyiv agar tak mengirimkan utusan ke pelantikan Putin.
Putin akan menjalankan jabatan presiden selama enam tahun lamanya. Hal ini menjadikannya sebagai pemimpin dengan masa jabatan terlama di Rusia, setelah Joseph Stalin saat era Uni Soviet.
Putin unggul dalam pemilu yang diadakan dari 15–17 Maret. Berdasar data Komisi Pemilihan Umum Pusat atau Central Election Commission setempat, Putin meraih 87,28% suara. Angka tersebut diperoleh dari tingkat partisipasi pemilih sebesar 77,44%.