Menteri Kabinet Tinggi Israel Benny Gantz Mundur, Kesal Ulah Netanyahu
Menteri Israel Benny Gantz mundur dari jabatannya di kabinet perang Israel, Minggu (9/6). Keputusan strategis ini ia ambil saat para sandera Israel masih berada di Palestina dan tentara mereka masih berperang di sana.
“Netanyahu menghalangi kita mencapai kemenangan sejati. Itulah sebabnya saya meninggalkan pemerintahan darurat hari ini, dengan berat hati namun penuh keyakinan,” kata Gantz, dilansir dari Reuters, Senin (10/6).
Pernyataan Gantz ini kemudian ditanggapi Netanyahu dalam sebuah unggahan di media sosial. Ia mengatakan sekarang bukan saatnya meninggalkan medan perang.
Bulan lalu, Gantz sempat meminta Netanyahu membuat strategi perang yang jelas di Palestina dengan tenggat waktu 8 Juni. Hal ini lantaran Israel sudah melakukan penyerangan militer terhadap kelompok Hamas. Netanyahu langsung menepis ultimatum dari Gantz itu.
Gantz adalah satu-satunya kekuatan partai berhaluan tengah di tengah koalisi sayap kanan yang memimpin perang di negara itu. Sebelumnya kelompok tengah sudah membantu memperluas bantuan untuk pemerintah di Israel dan luar negeri.
Kontribusi partai tengah penting karena adanya tekanan diplomatik dan domestik setelah perang terjadi delapan bulan belakangan. Dalam jangka panjang, mundurnya Gantz bisa memberi dampak besar karena Netanyahu hanya mengandalkan kelompok garis keras.
Mundurnya Gantz diprediksi menjadi tanda berakhirnya perang di Palestina akan makin jauh dan perang dengan kelompok Hizbullah Lebanon bisa jadi meningkat. Meski koalisi Netanyahu masih mendominasi parlemen dengan jumlah 64 dari 120 kursi, ia kini lebih bergantung pada partai ultranasionalis.
Pemimpin partai ultranasionalis sebelumnya pernah menyulut amarah Amerika Serikat. Kelompok ini merupakan pihak yang sering menyerukan pendudukan Israel di wilayah Gaza.
Reuters menulis situasi yang terjadi di Israel kemungkinan akan meningkatkan ketegangan yang sudah terlihat dalam hubungan dengan Amerika Serikat. Situasi ini pun diprediksi meningkatkan tekanan publik di dalam negeri.
“Dengan kampanye militer selama berbulan-bulan yang masih belum mencapai tujuan yang telah ditetapkan, juga penghancuran Hamas dan kembalinya lebih dari 100 sandera yang tersisa di Gaza,” tulis Reuters.