Boeing Akui Salah Soal Kecelakaan Lion Air JT 610, Kena Denda Rp 3,9 T
Ringkasan
- Boeing dinyatakan bersalah atas penipuan terkait kecelakaan 737 Max, termasuk Lion Air JT 610. Perusahaan akan membayar denda sebesar Rp 3,9 triliun dan menginvestasikan setidaknya Rp 7,4 triliun untuk kepatuhan dan keselamatan.
- Kesepakatan ini hanya mencakup kesalahan Boeing di Indonesia dan Ethiopia, tidak termasuk insiden Alaska Airlines 1282. Departemen Kehakiman AS akan menyerahkan perjanjian tertulis ke Pengadilan pada 19 Juli 2024.
- Pengacara korban tewas menolak perjanjian tersebut, dengan alasan bahwa perjanjian itu gagal mengakui konspirasi Boeing yang menyebabkan kematian 346 orang.
Boeing setuju untuk mengaku bersalah atas penipuan kriminal terkait kecelakaan fatal 737 Max, salah satunya Lion Air JT 610 pada 2018 lalu. Mereka akan membayar denda US$ 243,6 juta atau setara Rp 3,9 triliun.
Raksasa aviasi itu juga harus membayar biaya menginvestasikan setidaknya $455 juta atau Rp 7,4 triliun dalam program kepatuhan dan keselamatan. Selain itu pemantau independen akan ditunjuk untuk mengawasi prosedur keselamatan dan kualitas Boeing selama tiga tahun.
Dikutip dari Associated Press, Jaksa Federal Amerika Serikat menuduh Boeing melakukan konspirasi untuk menipu regulator mengenai sistem kontrol penerbangan yang terlibat dalam kecelakaan tersebut.
Jaksa pekan lalu memberi Boeing pilihan untuk mengaku bersalah dan membayar denda atau menghadapi persidangan atas tuduhan kejahatan konspirasi untuk menipu Amerika Serikat. Boeing dituduh menipu regulator yang menyetujui persyaratan pesawat dan pelatihan pilot untuk perusahaan tersebut.
Meski demikian, kesepakatan ini hanya mencakup kesalahan Boeing di Indonesia dan Ethiopia yang menewaskan 346 penumpang dan awak. Ini belum termasuk masalah pada Alaska Airlines 1282 pada Januari 2024.
Kesepakatan ini juga tak mencakup pejabat Boeing saat ini atau sebelumnya karena hanya menyasar korporasi. Adapun, Departemen Kehakiman AS akan menyerahkan perjanjian tertulis ke Pengadilan Distrik di Texas pada 19 Juli 2024.
Pengacara korban tewas dalam dua kecelakaan mengatakan mereka akan menolak perjanjian tersebut. “Kesepakatan ini gagal untuk mengakui bahwa 346 orang tewas karena konspirasi Boeing." kata pengacara beberapa keluarga korban yakni Paul Cassell.
Kasus ini bermula dari kecelakaan yang terjadi di Indonesia dan Ethiopia. Pilot Lion Air JT 610 tidak mengetahui perangkat lunak kontrol penerbangan yang dapat mendorong hidung pesawat ke bawah tanpa masukan dari Boeing.
Sedangkan Pilot Ethiopian Airlines mengetahui hal ini, tetapi tidak dapat mengendalikan pesawat ketika perangkat lunak diaktifkan. Hal ini berdasarkan informasi dari sensor yang telah rusak.
Boeing saat itu menyalahkan dua karyawan tingkat rendah karena menyesatkan regulator. Setelah melarang jet Max terbang selama 20 bulan, regulator membiarkan mereka terbang lagi.
Namun hal ini berubah pada bulan Januari, ketika panel yang menutupi pintu keluar darurat Alaska Airlines meledak di atas Oregon. Insiden tersebut menyebabkan pengawasan lebih ketat terhadap Boeing.
Departemen Kehakiman AS lalu menyatakan akan membuka penyelidikan baru. Sementara FBI mengatakan kepada penumpang di pesawat Alaska Airlines bahwa mereka mungkin menjadi korban kejahatan. Sedangkan FAA mengatakan pihaknya meningkatkan pengawasan terhadap Boeing.