TPS Pilpres Amerika Mulai Tutup, Trump Unggul Sementara dalam Hitung Cepat
Calon Presiden Amerika Serikat Donald Trump unggul sementara dalam pemilihan presiden Amerika Serikat. Hingga Rabu (6/11) pukul 20.00 waktu setempat atau pukul 08.00 Waktu Indonesia Barat, perhitungan suara sudah ditutup di 25 negara bagian.
Trump memperoleh 90 suara elektoral, setelah menang di Kentucky, Indiana, West Virginia, Alabama, Florida, Oklahoma, Missouri, dan Tennessee. Lawannya, Kamala Harris, mendapat 27 suara elektoral dari Vermont, Maryland, Massachusetts, dan Washington D.C.
Sebagai informasi, seorang calon presiden butuh total 270 suara elektoral dari total 538 suara yang ada. Survei tersebut baru mewakili sebagian kecil dari puluhan juta orang yang memberi suara di AS, baik sebelum dan sesudah pemungutan suara. Hasil awal perhitungan cepat bisa berubah pada malam hari, sebab makin banyak orang yang disurvei.
Berdasar proyeksi Edison Research, politisi Partai Republik Donald Trump memenangkan delapan negara bagian. Sementara itu, politisi Partai Demokrat Kamala Harris unggul di tiga negara bagian plus Washington DC.
“Namun hasil perhitungannya masih belum pasti, karena negara bagian krusial yang hasilnya tidak akan diumumkan dalam beberapa jam atau berhari-hari ke depan,” tulis Reuters, dilansir Rabu (6/11).
Negara bagian yang dimaksud ini adalah Georgia, North Carolina, Pennsylvania, Arizona, Michigan, Nevada, dan Wisconsin. Tujuh negara bagian ini menunjukkan persaingan ketat menjelang Pemilu dan menjadi penentu hasil Pilpres AS 2024.
Dalam pilpres kali ini, demokrasi dan ekonomi menjadi isu paling penting bagi warga AS. Melansir Reuters, sekitar sepertiga responden menyebut dua isu ini, diikuti dengan isu aborsi dan imigrasi. Perhitungan ini menunjukkan 73% pemilih percaya demokrasi sedang dalam bahaya, sementara 25% lainnya percaya demokrasi AS aman.
Data tersebut menggarisbawahi kedalaman polarisasi di negara yang perpecahannya semakin tajam dalam persaingan yang ketat. Trump menggunakan retorika yang semakin apokaliptik sambil memicu ketakutan yang tidak berdasar bahwa sistem pemilu tidak dapat dipercaya.
Di sisi lain, Harris memperingatkan bahwa masa jabatan kedua Trump akan mengancam dasar-dasar demokrasi Amerika.