Kronologi 6 Jam Darurat Militer di Korsel, Berujung Seruan Pemakzulan Presiden
Politik Korea Selatan memanas usai Presiden Yoon Suk-yeol secara mendadak menetapkan darurat militer pada Selasa (4/12). Meski Yoon belakangan membatalkan perintah usai penolakan parlemen, namun tensi politik Korsel tak juga mereda.
Yoon bahkan menghadapi ancaman pemakzulan dari partai oposisi pemerintah. Oposisi menganggap dekrit itu sebagai pelanggaran terhadap konstitusi karena menurut mereka tidak ada kondisi yang mengharuskan Korsel menetapkan darurat militer.
"Ini adalah tindakan pemberontakan serius dan menjadi dasar sempurna untuk pemakzulannya,"kata Partai Demokratik, oposisi pemerintahan Yoon, dalam rilis pers, dikutip dari The Guardian pada Rabu (4/12).
Yoon secara mendadak mengumumkan darurat militer pada 22.30 waktu setempat. Alasannya, demi menghancurkan kekuatan anti-negara serta oposisi yang dianggapnya condong ke kiri dan bersimpati dengan Korea Utara.
"Melalui darurat militer ini, saya akan membangun kembali dan mempertahankan Republik Korea yang merdeka," kata Yoon dalam pidatonya pada Selasa (3/12) dikutip dari The New York Times.
Usai pidato Yoon, militer Korsel mengeluarkan dekrit yang melarang protes dan aktivitas parlemen serta kelompok politik. Aparat juga dikerahkan untuk menyegel gedung parlemen.
Meski demikian, seluruh anggota parlemen berhasil berkumpul di Majelis Nasional untuk menentang keputusan Yoon. Masyarakat juga turun ke jalan pada dini hari untuk memprotes langkah Yoon.
Setelah melewati voting, parlemen memutuskan untuk menolak darurat militer. Presiden Yoon merespons dengan mencabut dekrit darurat militer pada pukul 04.30 waktu setempat atau enam jam usai diumumkan.
"Kami akan menerima permintaan parlemen dan mencabut darurat militer melalui rapat kabinet," ujar Yoon.
Partai Demokrat, yang menduduki mayoritas anggota parlemen dengan 175 kursi, menganggap manuver Yoon merupakan pelanggaran berat terhadap konstitusi. Oleh sebab itu, mereka mempersiapkan pemakzulan sang presiden.
Menurut para pengamat, Yoon telah bertindak seperti presiden yang sedang dikepung. Ia mulai kehilangan kekuatan sejak April 2024 ketika oposisi menang telak dalam pemilihan umum negara itu.
Pemerintahnya sejak saat itu tidak dapat meloloskan RUU yang mereka inginkan dan malah terpaksa memveto RUU yang disahkan oleh oposisi liberal. Dia juga mengalami penurunan tingkat kepuasan ke level terendah sebesar 17%, karena dia terjerumus dalam beberapa skandal korupsi tahun ini, termasuk yang melibatkan Ibu Negara yang menerima tas Dior dan manipulasi saham.
Pekan ini, oposisi mengusulkan pemotongan RUU anggaran pemerintah yang besar - yang tidak dapat diveto. Pada saat yang sama, pihak oposisi juga bergerak untuk memakzulkan anggota kabinet dan beberapa jaksa tinggi, termasuk kepala badan audit pemerintah, karena gagal menyelidiki Ibu Negara.