Indonesia Kutuk Serangan Israel ke Qatar, Desak PBB Hentikan Agresi
Pemerintah Indonesia mengecam serangan Israel ke Doha, Qatar pada 9 September lalu. Serangan tersebut dinilai merupakan pelanggaran keras terhadap hukum internasional, termasuk Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), pelanggaran kedaulatan Qatar, dan ancaman besar terhadap keamanan dan perdamaian kawasan.
"Indonesia mengecam agresi ini dan kembali mengulangi seruannya kepada DK PBB untuk memenuhi mandatnya dengan mengambil langkah segera dan secara tegas menghentikan tindakan Israel dan menjamin akuntabilitas," tulis keterangan Kementerian Luar Negeri dalam akun media sosial X @Kemlu_RI pada Selasa (9/9).
Indonesia turut menyatakan dukungan politik dan diplomatik kepada Qatar serta menegaskan sikap konsisten Indonesia untuk mendorong perdamaian di Timur Tengah. "Mendukung semua upaya diplomasi untuk mencapai penyelesaian adil, komprehensif dan perdamaian berkelanjutan di Timur Tengah di bawah Solusi Dua-Negara," tulis keterangan Kemlu.
Israel melancarkan serangan udara terhadap para pemimpin Hamas di Doha, Qatar pada hari Selasa (9/9). Serangan tersebut merupakan yang pertama dilakukan oleh Israel ke Qatar. Pemerintah Israel juga membenarkan serangan tersebut.
Para pejabat Israel juga telah memberitahu Amerika Serikat sebelum serangan tersebut. "IDF dan ISA (Badan Keamanan Israel) melakukan serangan tepat sasaran yang menargetkan pimpinan senior organisasi teroris Hamas," demikian keterangan resmi IDF dan ISA yang kerap disebut Shin Bet dikutip dari The Guardian, Selasa (9/9).
Mereka beralasan, pimpinan Hamas bertanggung jawab langsung atas serangan 7 Oktober, dan telah mengatur perang melawan Israel. "Sebelum serangan, berbagai langkah telah diambil untuk mengurangi kerugian bagi warga sipil, termasuk penggunaan amunisi presisi dan intelijen tambahan," demikian pernyataan IDF dan Shin Bet.
Serangan di Doha terjadi kurang dari dua minggu setelah panglima militer Israel Eyal Zamir berjanji menyasar para pemimpin Hamas di mana pun mereka berada. "Sebagian besar pimpinan Hamas berada di luar negeri, dan kami juga akan menghubungi mereka," kata Zamir pada 31 Agustus.
