Sanae Takaichi Terpilih Jadi Perdana Menteri Wanita Pertama di Jepang

Hari Widowati
21 Oktober 2025, 13:33
Sanae Takaichi, PM Jepang, perdana menteri wanita pertama Jepang
KYODO via Reuters Connect
Sanae Takaichi, seorang tokoh konservatif garis keras dari Partai Liberal Demokrat, terpilih sebagai perdana menteri wanita pertama Jepang, pada Selasa (21/10).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Sanae Takaichi, seorang tokoh konservatif garis keras, terpilih sebagai perdana menteri wanita pertama di Jepang, pada Selasa (21/10). Pengikut mantan Perdana Menteri Shinzo Abe dan pengagum Margaret Thatcher itu menerima 237 suara dalam pemilihan majelis rendah untuk memilih perdana menteri berikutnya.

Melansir laporan Reuters, jumlah suara yang diraih Takaichi melampaui mayoritas dari 465 kursi di parlemen. Kemenangannya menandai momen penting bagi negara di mana pria masih memegang pengaruh yang sangat besar. Namun, hal ini juga kemungkinan akan mengantarkannya pada langkah yang lebih tajam ke arah kanan dalam hal-hal seperti imigrasi dan isu-isu sosial.

Kemenangan Takaichi terjamin setelah Partai Demokrat Liberalnya menyetujui kesepakatan koalisi dengan Partai Inovasi Jepang sayap kanan, yang dikenal sebagai Ishin, pada Senin (20/10). Setelah bertahun-tahun mengalami deflasi, Jepang kini bergulat dengan inflasi. Hal ini memicu kemarahan publik dan memicu dukungan untuk kelompok oposisi, termasuk pendatang baru dari kelompok kanan jauh.

Seperti halnya Abe, Takaichi diperkirakan akan mendukung belanja pemerintah untuk menghidupkan kembali ekonomi yang melemah. Hal itu telah memicu apa yang disebut sebagai "Takaichi trade" di pasar saham, mengirim rata-rata Indeks Nikkei 225 ke rekor tertinggi, terakhir pada Selasa (21/10).

Namun, kemenangan Takaichi juga menimbulkan kekhawatiran investor tentang kemampuan pemerintah untuk membayar pengeluaran tambahan di negara di saat beban utang jauh melebihi output tahunan.

Takaichi Perlu Dukungan Politik Lebih Besar

Takaichi mendapatkan suara yang cukup untuk mendapatkan jabatan perdana menteri. Tadashi Mori, seorang profesor politik di Universitas Aichi Gakuin, mengatakan Takaichi masih membutuhkan dukungan dari lebih banyak anggota parlemen oposisi untuk bisa memerintah secara efektif.

“Kedua partai tidak memiliki mayoritas di kedua majelis, untuk memastikan pemerintahan yang stabil dan mendapatkan kendali atas komite-komite parlemen utama, mereka perlu mengamankan lebih dari setengah kursi,” kata Mori, seperti dikutip Reuters.

Mori juga menilai setiap upaya Takaichi untuk menghidupkan kembali Abenomics bisa menemui masalah, karena Abenomics dirancang untuk melawan deflasi.

“Dalam lingkungan inflasi saat ini, stimulus lebih lanjut hanya berisiko melemahkan yen. Demikian pula, memotong pajak konsumsi dapat memacu permintaan, tetapi tidak akan mengekang kenaikan harga.”

Takaichi juga disetujui oleh majelis tinggi yang kurang kuat dan akan dilantik sebagai perdana menteri Jepang ke-104 pada Selasa (21/10) malam. Ia menggantikan Shigeru Ishiba yang mengundurkan diri bulan lalu untuk bertanggung jawab atas kekalahan partainya dalam pemilu.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...