5 Wisata Kota Tua Jakarta, Ikon Sejarah yang Menarik dan Edukatif

Image title
8 Agustus 2021, 10:00
kota tua, kota tua jakarta, wisata kota tua jakarta, wisata kota tua, kota tua jakarta hari ini buka atau tutup
ANTARA FOTO/Galih Pradipta/wsj.
Warga berjalan di kawasan rendah emisi, Kota Tua, Jakarta, Rabu (17/2/2021). Data hasil analisis laboratorium dari Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Barat menunjukan kualitas udara di kawasan Kota Tua menjadi baik setelah adanya kebijakan Low Emission Zone (LEZ) atau kawasan rendah emisi yang diberlakukan Pemprov DKI Jakarta sejak 8 Februari 2021.

Dibalik tingginya gedung pencakar langit dan bising kendaraan, Jakarta menyimpan sebuah memori dalam suatu wilayah yang jauh dari kesan modern bernama Kota Tua Jakarta. Kota Tua Jakarta atau dikenal juga dengan sebutan Batavia Lama (Oud Batavia), merupakan sebuah wilayah kecil yang terletak di Ibukota Jakarta, Indonesia.

Kota Tua Jakarta mempunyai lebar 1,3 kilometer persegi dan melintasi wilayah Jakarta Utara dan Jakarta Barat (Pinangsia, Taman Sari dan Roa Malaka). Wilayah ini dijuluki "Permata Asia" dan "Ratu dari Timur" pada masa abad ke-16 oleh para pelayar Eropa karena lokasinya yang strategis dan sumber daya melimpah dianggap sebagai pusat perdagangan benua Asia.

Sejarah Kota Tua Jakarta

Bermula pada tahun 1526, Fatahillah, seorang komandan dari Kesultanan Demak dikirim untuk menyerang pelabuhan Sunda Kelapa di kerajaan Hindu Pajajaran yang kemudian disebut Jayakarta.

Kota ini hanya seluas 15 hektare dan mempunyai tata kelola khas pelabuhan tradisional Jawa. Kemudian pada tahun 1619, VOC menghancurkan Jayakarta di bawah komando Jan Pieterszoon Coen.

Satu tahun setelahnya, VOC membangun kota baru bernama Batavia untuk menghormati Batavieren, yaitu leluhur bangsa Belanda. Kota ini terpusat di sekitar tepi timur Sungai Ciliwung yang saat ini sudah menjadi Lapangan Fatahillah.

Belanda memilih wilayah tersebut karena saat itu merupakan pusat perdagangan yang memiliki posisi strategis serta akses sumber daya alam yang mudah. Kota Batavia didesain dengan gaya Belanda Eropa lengkap dengan benteng (Kasteel Batavia), dinding kota, dan kanal. Pembangunan berakhir dibangun tahun 1650.

Tak perlu waktu lama, Batavia menjadi pusat penting dari seluruh kepulauan Indonesia. Penduduk Batavia dinamakan "Batavianen" kemudian dikenal sebagai Suku Betawi yang merupakan keturunan dari berbagai etnis yang menghuni Batavia.

Pada tahun 1942, selama pendudukan Jepang, Batavia mengalami perubahan nama menjadi Jakarta yang kita kenal saat ini dan masih berkedudukan sebagai Ibukota Indonesia hingga sekarang.

Tahun 1972, Gubernur Jakarta, Ali Sadikin, mengeluarkan dekrit untuk menjadikan Kota Tua sebagai situs warisan. Keputusan Gubernur tersebut bertujuan untuk ditujukan melindungi sejarah dan arsitektur Kota Tua.

Hingga saat ini, Kota Tua Jakarta menjadi ikon sejarah dan wisata yang menarik banyak peminat. Tak hanya wisata sejarah, Kota Tua Jakarta juga menawarkan berbagai restoran dan kafe sebagai pelepas lapar dan dahaga ketika berkeliling.

Wisata Kota Tua Jakarta

1. Kantor Pos Kota Tua Jakarta

Jam buka: 08.00-19.00 WIB

Alamat: Taman Fatahillah No.3, RT.7/RW.7, Pinangsia, Taman Sari, Jakarta Barat

Kantor Pos Kota Tua Jakarta adalah sebuah gedung untuk mengantar pos yang dioperasikan oleh Pos Indonesia. Gedung tersebut dirancang oleh Ir. R. Baumgartner pada tahun 1929 sebagai Post-en telegraaf kantoor (Kantor pos dan telegraf). Saat ini, Kantor Pos tersebut masih dapat dipakai untuk membayar pajak, iuran bulanan, dan mengirim surat atau paket.

Awal dunia pos pertama muncul di Indonesia sejak tahun 1602 pada saat VOC menguasai Nusantara. Pada saat itu, jalur pos hanya dibuat pada kota-kota tertentu yang berada di Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa. Surat dan paket pos hanya diletakkan di Stadsherberg atau Gedung Penginapan Kota sehingga orang-orang harus cek berkala apakah ada surat atau paket yang datang.

Untuk meningkatkan keamanan surat dan paket pos tersebut, Gubernur Jenderal G. W. Baron Van Imhoff mendirikan kantor pos pertama di Indonesia yang terletak di Batavia pada tanggal 20 Agustus 1746.

Pada era pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels, muncul kemajuan yang cukup signifikan dalam pelayanan pos. Kemajuan tersebut berupa pembuatan jalan yang terbentang dari Anyer sampai Panarukan.

Meskipun jalan tersebut merupakan saksi bisu dari pelaksanaan kerja paksa (rodi), jalan sepanjang 1.000 km itu membawa dampak positif dalam mempersingkat waktu pengantaran pos antar kota di Pulau Jawa yang dikenal dengan nama Groote Postweg (Jalan Raya Pos).

Dengan pembuatan jalan tersebut, jalur pos antara Provinsi Jawa Barat sampai Provinsi Jawa Timur bisa ditempuh dalam jangka waktu kurang dari seminggu dibandingkan sebelumnya bisa memakan waktu puluhan hari.

Hingga kini, Kantor Pos Kota Tua masih berfungsi sebagai kantor pos. Namun, pengunjung juga dapat menikmati galeri seni kontemporer pada bagian gedung lain yang biasa disebut Galeria Fatahillah.

2. Museum Fatahillah

Harga tiket masuk: Rp2.000 - Rp5.000

Jam buka: 08.00-15.00. WIB

Alamat: Jalan Taman Fatahillah No.1 Kota Tua, Pinangsia, Taman Sari, Jakarta Barat

Nomor telepon: (021) 6929101 

Terletak di bekas Balai Kota Batavia, Museum Fatahillah atau dikenal juga sebagai Museum Sejarah Jakarta adalah sebuah museum yang terletak di Perlintasan Taman Fatahillah No. 1, Jakarta Barat, dengan luas bangunan lebih dari 1.300 meter persegi.

Gedung Museum Fatahillah pada zaman dulu adalah sebuah Balai Kota (Stadhuis) yang dibangun pada tahun 1707-1710 atas perintah Gubernur Jendral Johan van Hoorn. Konstruksi bangunan gedung mirip dengan Istana Dam di Amsterdam, yakni terdiri atas konstruksi utama dengan dua sayap di bidang timur dan barat serta konstruksi sanding yang digunakan sebagai kantor, ruang pengadilan, dan ruang bawah tanah yang berfungsi sebagai penjara.

Museum Fatahillah memiliki beragam objek sejarah diantaranya perjalanan sejarah Jakarta, replika peninggalan Kerajaan Tarumanegara dan Pajajaran, hingga hasil penggalian arkeologi di Jakarta.

Museum ini juga menampilkan beragam mebel antik dari abad ke-17 hingga abad ke-19. Mebel tersebut merupakan perpaduan dari gaya Eropa, Cina, dan Indonesia. Terdapat juga beberpa aci keramik, gerabah, dan batu prasasti.

Koleksi tersebut tersebar dalam berbagai ruang sesuai dengan isinya, seperti Ruang Prasejarah Jakarta, Ruang Tarumanegara, Ruang Jayakarta, Ruang Fatahillah, Ruang Sultan Agung, dan Ruang MH Thamrin.

Pengunjung juga dapat belajar kebudayaan Betawi, numismatik, dan becak. Bahkan, Museum Fatahillah kini terdapat patung Dewa Hermes yaitu sosok dewa dari mitologi Yunani yang membawa keberuntungan dan perlindungan untuk kaum pedagang.

Selain itu, di Museum Fatahillah juga memiliki bekas penjara bawah tanah yang dulu sempat digunakan pada zaman penjajahan Belanda. Eksterior Museum Fatahillah yang didominasi warna putih juga dapat dijadikan sarana foto estetik yang tak kalah menarik.

3. Museum Wayang

Harga tiket masuk: Rp5.000 (dewasa), Rp3.000 (mahasiswa), Rp2.000 (anak-anak)

Jam buka: 09.00-15.00 WIB

Alamat: Jl. Pintu Besar Utara No.27, Pinangsia, Tamansari, Jakarta Barat

Nomor telepon: (021) 6929560

Museum Wayang merupakan museum yang menampilkan beragam objek bersejarah. Gedung museum ini berdiri di atas tanah bekas gereja. Pada awalnya konstruksi gedung tersebut bernama De Oude Hollandsche Kerk (Gereja Lama Belanda) dan didirikan pertama kali pada tahun 1640.

Kemudian pada tahun 1732, gereja tersebut diperbaiki dan berproses dan berganti nama menjadi De Nieuwe Hollandse Kerk (Gereja Baru Belanda) hingga pada tahun 1808 gereja tersebut hancur karena gempa bumi.

Bangkit dari reruntuhan, tanah tersebut kemudian didirikan Museum Wayang dan diresmikan pada 13 Agustus 1975. Meskipun telah dipugar, beberapa arsitektur bekas gereja masih tampak terlihat dalam gedung baru tersebut.

Museum Wayang menampilkan bermacam jenis wayang dari seluruh Indonesia, baik yang terbuat dari kayu dan kulit maupun bahan-bahan lain. Wayang-wayang dari luar negeri juga tersedia di Museum Wayang, seperti wayang dari Republik Rakyat Cina dan Kamboja.

Sampai saat ini, Museum Wayang telah mengoleksi lebih dari 4.000 buah wayang yang terdiri atas wayang kulit, wayang golek, wayang kardus, wayang rumput, wayang janur, topeng, boneka, wayang beber, dan gamelan.

Museum Wayang juga menampilkan berbagai boneka dari mancanegara, contohnya boneka-boneka yang berasal dari Eropa, Thailand, Suriname, Tiongkok, Vietnam, India, dan Kolombia. Selain itu, Museum Wayang juga sering mengadakan pagelaran wayang pada minggu ke 2 dan ke 3 setiap bulannya.

Pengunjung juga dapat menikmati Taman Museum Wayang dimana terdapat beberapa batu nisan untuk mengenang tokoh-tokoh seperti Gubernur Jenderal Abraham Patras, Gubernur Cornelis Caesar beserta isterinya Anna Ooms, kemudian Maria Caen dan saudara laki-lakinya Anthoni Caen.

4. Cafe Batavia

Jam buka: 07.00-21.00 WIB

Alamat: Jl. Pintu Besar Utara No.14, RT.7/RW.7, Pinangsia, Taman Sari, Jakarta Barat

Nomor telepon: (021) 6915534

Cafe Batavia adalah sebuah restoran yang terletak di Kota Tua Jakarta. Restoran tersebut merupakan salah satu ikon kolonial yang menghadap ke alun-alun Taman Fatahillah. Bangunan tempat Cafe Batavia didirikan adalah bangunan tertua kedua di alun-alun tersebut, kedua setelah gedung Balai Kota Batavia yang telah dibangun kembali sebagai Museum Fatahillah.

Cafe Batavia hadir dengan konsep vintage dan old-school yang membawa pengunjung menjelajahi zaman dahulu ketika Jakarta masih bernama Batavia. Minuman dan makanan yang ditawarkan oleh Cafe Batavia berkisar harga Rp20.000 hingga Rp200.000.

Nuansa arsitektur kuno Belanda yang kental, serta perpaduan hidangan yang lezat dapat membuat pengunjung jatuh hati. Cafe Batavia juga sering dijadikan latar belakang untuk foto prewedding atau buku tahunan karena keindahannya.

5. Toko Merah

Jam buka: 08.00-22.00 WIB

Alamat: Jl. Kali Besar Barat No. 11, Pinang Siang, Roa Malaka, Tambora, Jakarta Barat

Jika Anda berkunjung ke Kota Tua Jakarta, Anda akan menemukan bangunan merah di Jalan Kali Besar Barat 17, dekat dengan sungai Ciliwung. Bangunan tersebut dijuluki dengan nama Toko Merah.

Gedung Toko Merah dibangun di atas areal seluas 2.455 meter persegi. Bangunan ini terdiri atas tiga gedung yang menyatu. Bangunan depan (tingkat dua) dan belakang (tingkat tiga) yang membujur dari utara ke selatan. Adapun bangunan tengah merupakan penghubung bangunan utara dan selatan yang melintang dari timur ke barat.

Awalnya, bangunan ini adalah rumah dari Willem Baron van Imhoff, yang kemudian menjadi Gubernur Jenderal East India Company pada tahun 1743-1750. Eksterior yang khas warna merah tersebut sangat mencolok dan berbeda dengan deretan bangunan sekitarnya.

Siapa sangka, ternyata Toko Merah merupakan saksi bisu dari sebuah peristiwa kelam yang terjadi pada tahun 1740.

Peristiwa tersebut dikenal dengan nama Geger Pacinan. Saat peristiwa tersebut terjadi, banyak mayat bertebaran di Kali Besar sehingga permukaan air menjadi warna merah. Oleh sebab itu, banyak orang mengaitkan peristiwa tersebut dengan Toko Merah.

Kemudian pada tahun 1743-1755, bangunan tersebut dijadikan Kampus dan Asrama Académie de Marine (akademi angkatan laut) lalu beralih fungsi menjadi Heerenlogement atau hotel para pejabat pada tahun 1786-1808 digunakan untuk.

Toko Merah terus beralih kepemilikan hingga pada sekitar tahun 1990, Toko Merah dijadikan Bangunan Cagar Budaya berdasarkan UU No. 5 Tahun 1992 dan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 475 Tanggal 29 Maret Tahun 1993.

Cukup diabaikan dalam waktu yang lama, akhirnya Toko Merah direstorasi pada tahun 2012 hingga saat ini Toko Merah menjelma menjadi gedung serbaguna yang berfungsi sebagai tempat konferensi dan pameran.

Itulah ragam wisata Kota Tua yang menarik untuk dikunjungi. Tak hanya indah dipandang, Kota Tua juga menyimpan banyak sejarah yang sangat menarik untuk dipelajari.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...