Serba-serbi Tari Remo, Tarian dari Jawa Timur yang Sarat Makna
Tari Remo, siapa yang pernah mendengar tarian yang satu ini? Tari Remo yang berasal dari daerah Kabupaten Jombang, Jawa Timur ini, mungkin masih cukup asing dan tidak sepopuler tarian dari daerah lain. Namun demikian, properti dan makna tari Remo tak kalah kental dengan nilai budaya.
Selain menjadi hiburan rakyat, salah satu fungsi dari tarian adalah untuk menyambut tamu, tentunya tamu kehormatan atau tamu istimewa. Demikian juga dengan Tari Remo, yang biasa dipentaskan untuk menyambut tamu kehormatan, seperti misalnya tamu kenegaraan.
Seiring dengan perkembangan zaman, selain untuk menyambut tamu kehormatan, tari Remo juga kerap menjadi bagian dari pembukaan kesenian Ludruk.
Tari Remo mengisahkan tentang seorang pangeran, yang sedang berlaga di medan pertempuran. Tak heran jika tari Remo banyak dibawakan oleh penari laki-laki. Hal tersebut, tentu menyesuaikan dengan kisah atau latar belakang tarian ini.
Namun dengan perkembangan zaman, tari Remo juga banyak dibawakan oleh perempuan, dan juga disebut sebagai tari Remo putri.
Properti Tari Remo
Sebagai salah satu tarian tradisional, properti tari Remo tentu saja berkaitan dengan tradisi daerah setempat. Tari Remo, yang juga sering disebut sebagai tari Ludruk, mengisahkan tentang perjuangan seorang pangeran yang sedang berlaga di medan pertempuran.
Tari Remo telah diadopsi di beberapa daerah di Jawa Timur, sehingga kostum dan juga properti yang digunakan pun cukup bervariasi. Namun, ada beberapa properti yang menjadi ciri khas dan seolah wajib ada di setiap pertunjukan tari Remo.
Secara umum, ada beberapa jenis busana tari Remo, yakni: Surabayan, gaya Sawunggaling, Malangan, Jombangan dan Remo Putri. Kelima jenis busana tari Remo itu terbilang identik dan hanya ada beberapa hal kecil atau detail yang membedakan.
Pada gaya Surabayan, penari menggunakan ikat kepala merah, baju hitam tanpa kancing bergaya kerajaan abad ke-18, celana tanggung dengan kait jarum emas, sarung batik Pesisiran, setagen untuk mengikat pinggang, serta keris yang rapi terselip di belakang.
Penari membawa dua selendang, yang masing-masing dipakai di pinggang dan tersemat di bahu. Kedua tangan penari memegang ujung selendang, serta gelang berlonceng, yang dipakai di pergelangan kaki.
Serupa dengan gaya Surabayan, pada gaya Sawunggaling pun tak jauh berbeda. Perbedaan hanya ditemukan pada pakaian putih lengan panjang, menggantikan pakaian hitam bergaya kerajaan.
Pada gaya Malangan, perbedaan ada pada celana, yaitu mengenakan celana panjang semata kaki tanpa kaitan jarum. Sementara pada gaya Jombangan penari menggunakan rompi, menggantikan kaus putih yang dipakai di gaya Sawunggaling.
Berbeda dengan tari Remo yang dibawakan oleh pria, tari Remo Putri mempunyai busana yang berbeda. Pada tari Remo Putri, penari menggunakan sanggul, dengan mekak hitam yang menutupi bagian dada, memakai rapak yang menutup bagian pinggang hingga ke lutut dan hanya membawa sebuah selendang yang tersemat di bahu penari.
Pola Lantai Tari Remo
Tari Remo disebut sebagai tarian dengan gerakan spontan, karena tarian ini biasanya mengikuti irama dari gamelan. Namun bukan berarti tari Remo tidak memiliki pola gerakan yang terukur.
Pola lantai dari tari Remo adalah garis lurus. Pada buku Mari Menari Bersama, Maria Darmaningsih menjelaskan bahwa pola garis lurus yang digunakan di tari Remo, sebetulnya pola yang sederhana, tapi menimbulkan kesan yang kuat.
Lebih lanjut, pola garis lurus juga memiliki nilai tersendiri. Secara filosofis, pola garis lurus memberi makan simbolis hubungan antara manusia dan Tuhan. Selain itu, pola garis lurus juga disebut menunjukkan sikap jujur.
Pola garis lurus memang sederhana, tapi pola ini juga banyak diterapkan di berbagai jenis tarian lainnya. Selain itu pola garis lurus juga masih terbagi lagi menjadi tiga pola lain yaitu, horizontal, vertikal dan diagonal. Perkembangan pun membuat pola garis lurus bertambah luas, seperti pola zig-zag, pola segitiga, dan pola segi empat. Tari Remo sendiri, lebih banyak menggunakan pola garis lurus diagonal.
Makna dan Gerakan Tari Remo
Serupa tarian tradisional lain, tari Remo tentu memiliki makna yang terkandung pesan moral di dalamnya.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, tari Remo mengisahkan tentang seorang pangeran yang berlaga di medan peperangan. Tak heran jika gerakan tari Remo pun terkesan tegas, kuat dan maskulin.
Secara umum, gerakan tari Remo mengandalkan gerakan kaki yang dinamis, apalagi dengan aksesori lonceng di kaki penarinya membuat gerakan ini semakin atraktif, seiring dengan tabuhan musik gamelan sebagai pengiringnya.
Gerakan kaki ini disebut sebagai gerakan Gedrug yang kuat. Makna dari gerakan kaki atau gerakan Gedrug ini adalah bentuk kesadaran manusia akan kehidupan.
Melansir dari encylodpedia.jakarta-tourism.go.id gerakan tari Remo berikutnya adalah gerakan Gendewa, yang menyimbolkan gerakan manusia yang cepat. Lalu ada gerakan Tepisan, yang berupa gerakan menggesekkan dua telapak tangan dengan cepat. Gerakan tersebut bermakna sebagai penyatuan kekuatan alam dalam diri manusia.