7 Makanan Tradisional Jawa Ini Bermakna Istimewa
Pulau Jawa merupakan pulau dengan penduduk terbanyak di Indonesia. Dari 272.229.372 penduduk Indonesia per Juni 2021, sebanyak 56,01% terkonsentrasi di Pulau Jawa, menurut data Administrasi Kependudukan (Adminduk).
Keberagaman etnis dan budaya di Pulau Jawa berpengaruh dalam perkembangan makanan tradisional Jawa yang mempunyai ciri khas berbeda di setiap daerah. Misalnya, makanan dengan cita rasa manis biasa ditemui di daerah Jawa Tengah dan Yogyakarta. Sedangkan makanan pedas banyak ditemui di Jawa Timur.
Makanan tradisional Jawa mengandung makna pada nama, bentuk, bahan, cara pembuatan, dan penggunaannya. Berdasarkan buku Belajar dari Makanan Tradisional Jawa, masyarakat Jawa pada zaman dahulu terbiasa menyampaikan maksud dan nasihat melalui simbol dalam upacara adat, syair lagu, benda, dan makanan.
Oleh sebab itu, beberapa makanan tradisional Jawa hingga saat ini masih digunakan dalam upacara adat atau perayaan hari tertentu. Untuk memahami lebih lanjut, berikut makanan tradisional Jawa yang bermakna istimewa.
1. Ketupat Brongkos
Ketupat brongkos merupakan makanan tradisional Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tepatnya di daerah Magelang dan Jember. Menurut buku Makanan Tradisional Indonesia Seri 3, ketupat brongkos digunakan sebagai sajian tradisi nyadran di Magelang.
Dalam tradisi ini, terdapat prosesi grebeg gunungan yang menyajikan sekitar 1.000 porsi ketupat brongkos. Makanan ini dibuat dari berbagai bahan, seperti krecek (kerupuk kulit sapi), tahu, telur, daging, kentang, kulit melinjo, kacang tolo, dan buncis.
Semua bahan diolah dengan bumbu pawon (bumbu lengkap) dengan kluwak dan cabai rawit. Ketupat brongkos memiliki rasa sedap dan sedikit pedas dengan kuah santan pekat berwarna kecokelatan.
2. Getuk
Getuk adalah makanan tradisional Jawa yang terbuat dari singkong rebus. Singkong kemudian ditumbuk, ditambah gula, lalu dibentuk persegi atau sesuai kebutuhan, dan disajikan dengan taburan kelapa parut.
Kehadiran penjual getuk keliling mempunyai keunikan tersendiri. Mereka menggunakan suara musik yang kencang dengan memutarkan lagu-lagu dangdut atau campursari.
3. Tumpeng
Tumpeng adalah nasi yang dibentuk seperti kerucut. Biasanya, nasi yang digunakan adalah nasi kuning. Berdasarkan buku Belajar dari Makanan Tradisional Jawa, tumpeng merupakan singkatan dari bahasa Jawa metu dalan kang lempeng yang artinya “hidup melalui jalan yang lurus”.
Tumpeng memiliki makna mendalam yang mencerminkan budaya masyarakat. Tumpeng sudah sangat lama menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia, terutama masyarakat Jawa. Makanan ini digunakan pada banyak upacara adat, seperti pernikahan, kelahiran, pembangunan rumah, dan panen.
Bentuk kerucut pada tumpeng melambangkan harapan agar kehidupan selalu meningkat dan menjadi lebih baik. Bentuk ini juga melambangkan sifat manusia dan alam semesta yang berawal dan kembali pada Tuhan.
Tumpeng disajikan bersama aneka sayuran dan lauk-pauk, antara lain ayam, telur rebus, bawang merah, tauge, kacang panjang, dan sambal kelapa parut.
4. Klepon
Klepon adalah makanan tradisional Jawa yang termasuk dalam kelompok jajanan pasar. Klepon dibuat dari tepung beras ketan yang dibentuk menjadi bola-bola. Rasanya manis karena mengandung gula jawa.
Sebagai pewarna, daun pandan digunakan untuk menghasilkan warna hijau. Merujuk pada buku Etnografi Kuliner: Makanan Dan Identitas Nasional, warna hijau klepon memiliki makna tersendiri tentang kesederhanaan dan kesuburan. Oleh sebab itu, jajanan klepon pada zaman dahulu kerap dihadirkan sebagai panganan dalam setiap acara tasyakuran.
Selain itu, baluran kelapa pada bagian luar melambangkan adanya tahapan untuk mencapai kebahagiaan. Makanan klepon juga mengajarkan etika untuk makan dengan mulut tertutup dan tidak boleh sambil berbicara.
5. Apem
Makanan tradisional Jawa ini merupakan kue yang terbuat dari bahan dasar campuran tepung beras dan terigu. Apem atau apam dipercaya berasal dari Ki Ageng Gribig yang membawanya sepulang dari ibadah haji di Makkah.
Menurut buku Belajar dari Makanan Tradisional Jawa, Ki Ageng Gribig adalah seorang ulama pada zaman Mataram. Ki Ageng Gribig berdakwah menyebarkan agama Islam, khususnya di Jatinom, Klaten, Jawa Tengah.
Kata apem diyakini berasal dari kata bahasa Arab, yaitu afwan atau affuwun. Artinya adalah “maaf” atau “ampunan”. Pada zaman dahulu, masyarakat Jawa kesulitan untuk mengucapkan kata dalam bahasa Arab tersebut, sehingga akhirnya disebut apem. Makanan tradisional ini merupakan simbol permohonan ampun kepada Tuhan atas berbagai kesalahan.
6. Lemper
Lemper merupakan makanan tradisional Jawa yang dibuat dari ketan. Lemper merupakan singkatan dari bahasa Jawa yen dielem atimu ojo memper. Artinya, ketika mendapat pujian dari orang lain, hati tidak boleh menjadi sombong atau membanggakan diri.
Merujuk buku Belajar dari Makanan Tradisional Jawa, ketan yang digunakan untuk membuat lemper memiliki makna persaudaraan. Ketan yang lengket adalah simbol persaudaraan antara manusia yang saling menyatu.
Ketan juga memiliki makna lain. Ketan merupakan singkatan dari ngraketaken paseduluran. Artinya adalah merekatkan persaudaraan. Dalam acara syukuran, lemper melambangkan harapan agar rezeki datang.
7. Sego Wiwit
Sego adalah makanan tradisional Jawa yang terdiri atas nasi putih, telur rebus, sayur kluwih, urap, tempe dan tahu goreng, ikan asin, dan peyek tempe atau teri. Ada pula yang melengkapinya dengan ayam ingkung, jajanan pasar, dan pisang.
Hidangan ini disajikan saat tradisi wiwit yang dilakukan menjelang masa panen padi. Menurut buku Belajar dari Makanan Tradisional Jawa, Tradisi wiwit dilakukan di Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur. Maknanya sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas panen yang melimpah.
Tradisi wiwit dilaksanakan di tengah sawah yang padinya akan dipanen. Wiwit diawali dengan pembacaan doa dan ucapan syukur pemilik lahan kepada Tuhan. Dilanjutkan dengan pemotongan batang padi pertama sebagai tanda panen padi dapat segera dilaksanakan.
Setelah pemotongan batang padi pertama, dilanjutkan dengan makan sego wiwit bersama di tengah sawah.
Itulah ragam makanan tradisional Jawa yang bermakna istimewa dan menarik untuk dicoba.