Energi Besar Cinta untuk Kebaikan Sesama dan Lingkungan
Kata cinta dengan mudah kita temukan di mana-mana. Buku, majalah, musik, dan film mengangkat cinta sebagai topik bahasan. Kita juga mendengar kata cinta dilontarkan orang lain baik orang tua, pasangan, atau teman lewat kalimat “I love you” atau “Aku cinta kamu”.
Sebenarnya apa cinta itu? Benarkah ia memiliki pengaruh yang besar? Jika jawabannya iya, bagaimana kita bisa mencintai secara benar?
Pada Festival Cinta yang berlangsung di Omah Petroek, Pakem, Sleman, Yogyakarta, Ustaz Fahruddin Faiz dan Pardamean Harapan mengupas soal cinta di “Obrolan Cinta” pada Sabtu (19/02) lalu. Ustaz Faiz menjelaskan ada enam kesan umum yang ia peroleh dari banyak teori tentang cinta.
Pertama, cinta bersifat fitri (fitrah) atau kodrati. Dengan demikian, cinta merupakan anugerah Tuhan kepada manusia yang membuat dirinya punya kemampuan untuk mencintai. Kedua, cinta itu berhubungan dengan pengalaman yang berarti jika ingin tahu soal cinta maka jalan paling sederhana yang dapat dilakukan adalah dengan cara menghidupkan cinta dalam keseharian.
“Kalau orang Jawa punya istilah ngelmu iku kalakone kanthi laku, ilmu itu justru diperoleh ketika kita menjalani laku dan tidak sekadar membaca buku atau berteori. Enggak ada gunanya memiliki informasi macam-macam kalau tidak berkorelasi dengan peningkatan kualitas hidup kita,” katanya.
Ketiga, Ustaz Faiz mengatakan meski cinta berkaitan dengan rasa dan pengalaman tetapi manifestasinya jelas. Oleh karena itu, tindakan jahat yang diklaim berdasarkan rasa cinta tidak dibenarkan sebab perwujudan dari rasa cinta itu tampak. Di titik ini, para filosof lantas sibuk membahas seperti apa tanda cinta itu, semisal apa yang dilakukan dan dihindari seseorang jika dirinya cinta.
Keempat, cinta sangat berpengaruh dalam hidup seseorang sebab dia membentuk juga mengarahkan cara berpikir serta berperilaku. Kelima, Ustaz Ustaz Faiz lantas menyebut bahwa cinta adalah relasi terbaik dengan apapun. Hal ini dikarenakan orang akan kehilangan sifat egoisnya karena cinta.
“Makanya kalau dalam agama puncaknya agama itu kan ikhlas. Ikhlas itu bagi saya nama lain ketika kita cinta pada Tuhan. Tidak sekadar agama dan Tuhan itu jadi beban,” ujarnya. Keenam, cinta ini tidak hanya berhubungan dengan tindakan falling in love tapi juga standing in love.
“Cinta itu falling karena dalam cinta itu ada passion-nya, ada rasa senang yang tidak bisa dimanipulasi. Tidak bisa teman-teman memaksa diri untuk cinta seseorang atau sesuatu. Patuh bisa dipaksakan tetapi cinta enggak bisa. Namun, jangan lupa jatuh cinta ini jangan berhenti di falling,” terangnya.
Menurut Ustaz Faiz standing in love adalah bagaimana cara mencintai yang benar. Dalam hal ini, ada unsur pengetahuan, rasa hormat, peduli, dan tanggung jawab yang harus dijalankan agar tak melahirkan tindakan yang menyakiti serta menyusahkan.
“Knowledge itu menuntut kita memahami, mengetahui, mendalami orang atau sesuatu yang kita cintai. Semakin dalam dan luas pengetahuan tentang yang kita cintai maka semakan tegak cinta kita. Sementara itu, rasa hormat berarti menerima dia apa adanya dan bukan mengatur-atur. Tanggung jawab, di sisi lain, mengharuskan kita untuk tak boleh abai terhadap keberlangsungan cinta. Tidak sekadar kita biarkan tetapi untuk peningkatan kualitas bersama,” jelasnya.
Sementara itu, Pardamean Harapan menjelaskan orang pada umumnya mencintai objek terlebih dahulu. Akan tetapi, pada saat ia melakukan introspeksi dengan bertanya soal apa yang sebenarnya ia cintai dari objek tersebut maka proses berikutnya yang terjadi bisa lebih jauh. “Di sini ada unsur ilmu seperti yang disampaikan Pak Faiz. Di situ masuk ke fase yang lebih dalam bahwa ternyata cinta itu bukan pada objek melainkan sang subjek itu esensi cintanya,” katanya.
Jika hal tersebut terjadi, kata Pardamean, maka akan terjadi union atau penyatuan. Sebagian diri seseorang yang mencintai ada pada orang yang dicintai yang membuat mereka menjadi tidak ada bedanya. Perbedaan, di titik ini, adalah ekspresi dari jiwa yang satu. Kondisi itu lantas memunculkan toleransi dengan orang lain. “Ketika melihat perbedaan, itu adalah wajahku dalam bentuk lain. Baru di situ muncul sikap toleran meski toleransi di sini harus didasari penghayatan pada cinta sehingga tidak pura-pura,” katanya.
Ustaz Faiz kemudian menekan besarnya energi cinta sehingga memiliki potensi yang luar biasa. “Kalau orang sudah jatuh cinta itu kan disuruh apa saja oke. Ini bagi saya potensi yang luar biasa maka pintar-pintarnya kita untuk menjadikan energi yang ini sebagai kendaraan untuk jadi manusia yang semakin baik, berkualitas, produktif, serta kontributif untuk sesama dan lingkungan sekeliling kita,” ujarnya.