Tahun Depan Pertamina Investasi Rp 8,27 Trilun untuk Proyek JTB
Pertamina EP Cepu (PEPC) menganggarkan investasi untuk proyek Jambaran Tiung Biru (JTB) pada tahun depan senilai US$ 591 juta atau setara Rp 8,27 triliun. Dana tersebut bakal digunakan untuk membangun Gas Processing Facility (GPF), pengeboran, dan akuisisi lahan.
Direktur Utama PEPC Jamsaton Nababan mengatakan investasi tahun depan lebih besar dibandingkan tahun ini senilai US$ 337 juta dan tahun lalu senilai US$ 174 juta. Sedangkan realisasi investasi hingga bulan November 2019 sudah mencapai US$ 297 juta.
Lebih lanjut, Jamsaton mengatakan proyek JTB ditaksir menghabiskan nilai investasi sebesar US$ 1,55 miliar atau sekitar Rp 21,7 triliun. Pertamina telah mendapatkan pinjaman senilai US$ 1,8 miliar dari konsorsium 12 bank yang terdiri dari Bank Mandiri, BRI, BNI, BTPN, dan delapan bank asing di antaranya HSBC dan MUFG.
Jamsaton menjelaskan pinjaman tersebut memang lebih besar dari kebutuhan investasi Pertamina di proyek JTB. Pasalnya, pinjaman dihitung berdasarkan target peroduksi gas yang dihasilkan oleh proyek tersebut.
Awalnya, proyek JTB ditargetkan memproduksi gas sebesar 172 MMscfd. Namun, target tersebut naik 20 MMscfd menjadi 192 MMscfd.
"Seandainya 20 MMscfd ini diberikan ke Pertamina maka pinjaman US$ 1,8 miliar. Kalau 20 MMscfd ini dikasihkan ke pihak lain, maka komitmen hampir US$ 1,6 miliar," kata Jamsaton.
(Baca: Pertamina Targetkan Pengeboran di Jambaran Tiung Biru Beres Pada 2020)
Dengan jumlah pinjaman sebesar itu, Pertamina tidak mengeluarkan pendanaan dari kas internal. Selain itu, Jamsaton mengklaim tidak ada aset yang digadaikan untuk mendapatkan pinjaman membangun proyek JTB. "Kami menjual performa proyek, keekonomian proyek itu sendiri," ujarnya.
Proyek JTB dikelola oleh PEPC dengan hak partisipasi sebesar 92% dan sisanya sebesar 8% dipegang oleh Pertamina EP (PEP). Proyek ini merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) yang ditetapkan oleh Komite Percepatan Penyediaan Infrastuktur Prioritas (KPPIP).
Proyek tersebut diproyeksi berproduksi pada 2021 dengan rata-rata produksi gas mencapai 315 MMscfd. Namun, gas yang bisa dijual hanya sebanyak 192 MMscfd.
Alokasi gas sebesar 100 MMscfd dijual ke PLN untuk kebutuhan listrik di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Sisanya akan digunakan untuk memasok kebutuhan industri di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Pemerintah menetapkan harga gas di kepala sumur sebesar US$ 6,7 per juta british thermal unit (mmbtu) dan tetap selama 30 tahun. Dengan biaya toll fee sebesar US$0,9 MMBTU, harga di pembangkit listrik PLN menjadi sebesar US$7,6 per mmbtu.
(Baca: Hingga September, Realisasi Investasi Pertamina Capai Rp 47,75 Triliun)