La Nyalla Mattalitti, Sang Politisi Kontroversial di Kursi Ketua DPD
La Nyalla Mattalitti terpilih sebagai Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI untuk masa jabatan 2019-2024. Pengusaha dan politisi kawakan ini meraih 47 suara dari 134 anggota DPD yang hadir. Ia mengalahkan tiga pesaingnya, yakni Nono Sampono, Mahyudin, dan Sultan Bachtiar.
Seperti ditulis Antara, pria kelahiran Jakarta, 10 Mei 1959 ini adalah putra dari Mahmud Mattalitti, seorang dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya. Kakeknya, Haji Mattalitti, adalah seorang saudagar Bugis yang berpengaruh di Jawa Timur. La Nyalla menyelesaikan pendidikan SD hingga universitas di Surabaya. Ia sempat menimba ilmu di Fakultas Teknik Universitas Brawijaya tetapi tak sampai meraih gelar sarjana.
La Nyalla muda dikenal sebagai pribadi yang bengal. Ia pernah dimasukkan ke pesantren di Bekasi, Jawa Barat tetapi masih saja membuat ulah. Setelah dewasa, ia kembali menjadi santri di Pesantren Sunan Giri, Gresik sembari kerja serabutan sebagai sopir angkot. Di situlah ia berkenalan dengan banyak preman yang diajaknya bertobat dan mondok di pesantren.
Pengalaman kerjanya itu menjadi salah satu pendorong keuletannya dalam berbisnis sehingga menjadi pengusaha sukses di Jawa Timur. Sejumlah jabatan strategis pernah dipegangnya, antara lain sebagai komisaris PT Pelabuhan Jatim Satu, komisaris di PT Airlangga Media Cakra Nusantara, dan Direktur PT Airlanggatama Nusantara Sakti. Ia juga dipercaya menjadi Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur periode 2011-2014.
Di luar kesibukannya sebagai pengusaha, La Nyalla juga aktif di organisasi kepemudaan, seperti Kosgoro dan Pemuda Pancasila. Ia pernah menjadi bendahara Kosgoro dan ketua Majelis Pimpinan Wilayah (MPW) Pemuda Pancasila Provinsi Jatim periode 2012-2017 dan 2017-2022.
(Baca: Menang Voting, La Nyalla Terpilih Sebagai Ketua DPD Periode 2019-2024)
Memimpin PSSI dan Tersangkut Kasus Korupsi
La Nyalla mulai terjun di dunia olahraga sebagai wakil ketua Komisi Olahraga nasional Indonesia (KONI) Jatim pada 2010. Setahun kemudian ia menjabat sebagai wakil ketua Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) Jatim.
Seperti dilansir Viva.co.id, La Nyalla juga dipercaya menjadi ketua umum PSSI-Komite Penyelamat Sepakbola Indonesia (KPSI) periode 2012-2015 menggantikan Johar Arifin Hussein. Kemudian, ia menjadi wakil ketua umum PSSI periode 2013-2015 menggantikan Farid Rahman.
Dalam Kongres Luar Biasa PSSI pada 2015, ia terpilih menjadi ketua umum PSSI. Ia meraih 94 suara mengalahkan pesaingnya, Syarif Bastaman, yang hanya meraih 14 suara. Namun, kepemimpinan La Nyalla tidak berjalan mulus lantaran tidak diakui oleh Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi. Pada saat itu, PSSI dibekukan karena tidak meloloskan Arema Cronus Malang dan Persebaya Surabaya dalam Liga Super Indonesia (LSI).
Di tengah konflik PSSI dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), La Nyalla diterpa kasus dugaan korupsi penyelewengan dana hibah Pemerintah Provinsi Jatim 2011-2014. Dana senilai Rp 5,3 miliar diduga disalahgunakan La Nyalla untuk membeli saham perdana PT Bank Jatim Tbk. La Nyalla dipaksa mundur dalam Kongres Luar Biasa PSSI setelah ia ditetapkan oleh Kejaksaan sebagai tersangka pada 16 Maret 2016.
Ia sempat buron selama 63 hari. Ia kembali ke Indonesia setelah dideportasi oleh Pemerintah Singapura. Namun, majelis hakim memvonis bebas dalam keputusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada 27 Desember 2016.
(Baca: La Nyalla Sebut Pimpinan DPD Tak Akan Rangkap Jabatan di MPR)
Heboh Mahar Politik di Pilkada Jatim
La Nyalla kembali menjadi pusat perhatian publik ketika ia maju sebagai calon gubernur di Pemilihan Gubernur Jatim pada 2018 yang didukung oleh Partai Gerindra. Namun, akhirnya Partai Gerindra batal mengusung La Nyalla karena ia dinilai gagal memenuhi sejumlah persyaratan, seperti calon wakil gubernur dan dukungan dari partai lain.
Hal ini memicu konflik antara La Nyalla dan Partai Gerindra serta Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Ia menyatakan dimintai 'mahar' senilai Rp 40 miliar oleh Partai Gerindra untuk maju dalam Pilgub Jatim. Dana tersebut akan digunakan untuk para saksi.
Namun, kemudian ia membantah menyebut nama Prabowo sebagai orang yang meminta mahar politik tersebut. "Saya tidak pernah menyatakan secara langsung bahwa Prabowo memalak saya. Kalimat itu adalah judul dari media," kata La Nyalla dalam suratnya yang dibacakan oleh Djamal Aziz, di acara Indonesia Lawyer Club (ILC).
Akibat perseteruan tersebut, La Nyalla berbalik menjadi pendukung Joko Widodo (Jokowi) pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Seperti diketahui, pada Pilpres 2014 La Nyalla mendukung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Ia mengaku pernah menebar kabar bohong (hoaks) soal Jokowi di Pilpres 2014. "Saya minta maaf dan mengaku bahwa saya yang sebarkan isu PKI itu, saya yang ngomong Pak Jokowi PKI dan agamanya enggak jelas," kata La Nyalla seperti dikutip Tempo.co.
(Baca: Kisruh Tudingan La Nyalla soal Mahar Politik di Gerindra)