Masyarakat Penolak UU KPK Punya Peluang Ajukan Uji Materi Ke MK
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan revisi Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lewat rapat Paripurna, Selasa (17/9). Pihak yang menolak revisi UU KPK tersebut masih memiliki ruang untuk mengajukan uji materi di Mahkamah Konstitusi.
Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Feri Amsari menyatakan pembahasan UU KPK ini bertentangan dengan Pasal 45 ayat (1) Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Pengesahan UU KPK tersebut melanggar hukum karena revisi UU KPK tidak termasuk dalam Program Legislasi Nasional 2019 yang disepakati bersama antara DPR dan Pemerintah.
"Proses ini bertentangan dengan prosedur yang seharusnya diterapkan dalam pembentukan UU yakni berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 2011," kata Feri ketika dihubungi katadata.co.id, Selasa, (17/9).
(Baca: Poin-poin UU KPK yang Disahkan DPR, Usulan Jokowi Masuk Semua)
Cacat pembahasan UU KPK lainnya yakni waktu pembahasan yang singkat dan terkesan terburu-buru, tanpa melibatkan publik. "Pembahasan hal ini juga tidak melibatkan masyarakat sipil yang selama ini kerap mengkritisi inisiatif dari anggota dewan tersebut," kata Feri.
Feri meyakini bahwa MK akan membuat keputusan untuk pembenahan lembaga yang independen seperti KPK. Sehingga, masyarakat masih memiliki peluang untuk membatalkan revisi UU KPK tersebut. Meski pun, beberapa hakim konstitusidipilih langsung oleh Presiden Joko Widodo. "Kita harus yakin MK itu punya jiwa kebatinan untuk melindungi konstitusi," kata Feri.
(Baca: Gerindra, PKS, dan Demokrat Persoalkan Adanya Dewan Pengawas KPK)
Feri menyatakan, apabila UU KPK yang disahkan DPR berlaku, maka dampaknya akan mengubah wajah KPK secara drastis. Dia mencontohkan status kepegawaian sebagai aparatur sipil negara akan menghambat ruang kerja pegawai.
"Misalkan di lini korupsi presiden dan kementerian, karena kini status pegawai KPK menjadi pegawai negeri sipil. Akan banyak ruang komando nantinya," kata dia.
UU KPK disahkan setelah enam hari sebelumnya atau pada Rabu (11/9) Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyerahkan surat presiden persetujuan pembahasan RUU KPK. Dalam UU KPK yang disahkan terdapat beberapa materi yang diatur yakni mengenai kewenangan KPK mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Perkara (SP3), adanya Dewan Pengawas, serta status pegawai sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).
(Baca: KPK Kirim Surat ke DPR Minta Pengesahan Revisi UU KPK Ditunda)