PLTU Suralaya dan Peristiwa Listrik Mati di Jawa

Sorta Tobing
8 Agustus 2019, 17:41
sejarah pltu suralaya, mati listrik, mati lampu, listrik padam, pln
Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Seorang anak perempuan belajar saat listrik mati di kawasan Bekasi, Jawa Barat (4/8).

Kejadian listrik mati pada Ahad lalu bikin geger. Listrik padam merata di Jawa bagian barat, termasuk Jakarta. Di beberapa wilayah keadaan tanpa setrum itu terjadi sampai lebih dari 12 jam.

Aktivitas masyarakat terganggu. Sinyal dari operator seluler mati-nyala sejak listrik hilang sekitar pukul 11.48 WIB.

PLN mengucapkan maaf. Listrik padam, menurut Executive Vice President Corporate Comunication dan CSR PLN I Made Suprateka, karena gangguan sistem transmisi Ungaran dan Pemalang yang memiliki daya kirim 500 kilo Volt (kV).

Gangguan itu menyebabkan transfer energi listrik dari timur ke barat gagal. Lalu, diikuti trip ke seluruh pembangkit di sisi tengah dan barat Jawa. Listrik yang seharusnya mengalir ke Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek), Jawa Barat, dan sebagian Jawa Tengah langsung padam.

Pemadaman ini juga dipicu oleh gangguan gas turbin satu sampai enam di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya, Cilegon, Banten. Sedangkan, gas turbin tujuh ketika itu dalam posisi off (mati). “Kami mohon maaf sebesar-besarnya untuk pemadaman yang terjadi,” kata Supratek dalam keterangan resmi, Minggu (4/8).

(Baca: Pohon Sengon Picu Listrik Mati Massal, Ini Daftar Penyebab Lainnya)

Namun, keterangan ini kemudian sedikit berubah sehari kemudian. Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama PLN Sripeni Inten Cahyani mengatakan, pemadaman terjadi karena dua sirkuit di sistem transmisi utara (Rembang-Ungaran-Mandiraja) mati.

Nah, pada saat sistem itu mati, PLN tengah melakukan pemeliharaan untuk satu sirkuit di selatan. Arus listrik dari timur ke barat yang biasanya melewati empat sirkuit, hanya lewat satu sirkuit. Akibatnya, ada kelebihan beban dan pembangkit yang ada di wilayah aliran barat mengalami pelepasan.

Proses antisipasi berjalan lambat. Pembangkit listrik di Saguling, Jawa Barat, sebenarnya siap memberikan arus ke PLTU Suralaya pada pukul 14.00 WIB. Namun, karena mesin dalam kondisi dingin dan mati, maka butuh delapan jam supaya panas menghasilkan uap.

Setelah panas, Suralaya mengalirkan listrik ke pembangkit listrik di Muara Karang dan Tanjung Priok. “Baru sampai di dua pembangkit itu pukul 18.00 WIB, masuk secara bertahap karena harus hidup satu per satu,” kata Sripeni, yang baru menjabat posisi itu Jumat lalu.

Penjelasan ini sempat membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) marah. Ia heran kenapa hal tersebut tidak diantisipasi sebelumnya. “"Bapak dan Ibu semuanya kan orang-orang pintar, apalagi urusan listrik sudah bertahun-tahun. Apakah tidak dihitung, apakah tidak dikalkulasi, kalau akan ada kejadian-kejadian," katanya.

(Baca: Listrik Separuh Jawa Padam 2 Hari, Plt Dirut PLN: Penyebabnya Kompleks)

Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI), organisasi yang menaungi independent power producer (IPP) sempat memberikan klarifikasi. Penyebab listrik mati bukan karena pembangkit listrik milik swasta. Namun, akibat sistem transmisi dan distribusi serta gardu induk.

"Seluruh pembangkit milik IPP di Pulau Jawa beroperasi seperti biasa. Sehingga pasokan listrik ke sistem distribusi dan transmisi PLN tetap terjamin dengan baik," ujar Ketua Umum APLSI Arthur Simatupang dalam keterangan tertulis pada Senin lalu.

PLTU Suralaya, Tulang Punggung Listrik Jakarta

PLTU Suralaya termasuk pembangkit besar di Indonesia. Kapasitas terpasangnya mencapai 3.400 megawatt atau 18% dari total kapasitas terpasang sistem Jawa-Bali. PLTU terbesar saat ini adalah Paiton dengan kapasitas 4.600 megawatt.

Posisi Suralaya sangat vital, terutama untuk memasok listrik ke Jakarta. Presiden Soeharto meresmikan pembangunan pembangkit ini 34 tahun yang lalu. Namun, pekerjaannya baru tuntas pada 2011. Letak Suralaya sekitar tujuh kilometer arah utara Pelabuhan Merak, Banten. Perusahaan yang mengoperasikannya adalah PT Indonesia Power, anak usaha PLN.

Pembangkit ini sempat dianggap biang kerok pemadaman akhir pekan lalu. Namanya memang kerap terseret dalam peristiwa mati listrik dalam skala besar atau blackout di Tanah Air.

(Baca: Ombudsman Desak PLN Ubah Kompensasi Listrik Mati karena Terlalu Kecil)

Sebelumnya, PLTU Suralaya juga pernah bikin heboh kejadian pemadaman listrik se-Jawa dan Bali pada 18 Agustus 2005. Durasi pemadamannya tidak separah kemarin. Hanya tiga jam. Tapi dampaknya mencakup 120 juta penduduk Indonesia.

Ketika itu, sekitar pukul 08.59 WIB, PLTU Suralaya unit 6 dan 7 berhenti beroperasi. Sistem listrik kekurangan pasokan 1.200 megawatt. PLN lalu menggunakan PLTA Saguling, PLTA Cirata, dan PLTGU Muara Tawar, yang biasanya baru beroperasi saat beban puncak.

Namun, pengoperasian ketiga pembangkit itu menyebabkan daya Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 500 kV jaringan Saguling-Cibinong menjadi membesar. Pukul 10.23 WIB, jaringan terganggu, kemudian listrik pun padam.

(Baca: Infografik: Kacaunya Pulau Jawa Ketika Listrik Padam)

Sebelumnya, gangguan jalur listrik Saguling-Cibinong-Cilegon juga pernah membuat listrik Jawa-Bali mati selama dua hari pada 2002. Kejadian ini sempat disebut oleh Jokowi ketika ia mendengarkan laporan dari Sripeni. Banyak pihak menyebut peristiwa itu sebagai kejadian blackout terparah dalam sejarah Indonesia.

Pada 2009, PLTU Suralaya juga sempat mengalami gangguan. Akibatnya, sebagian wilayah Jakarta, Banten, dan Jawa Barat mengalami mati listrik. Lalu, dari laporan Koran Tempo, pada 1 Desember 2013, trafo pembangkit itu pernah meledak dan membuat Jakarta mengalami pemadaman bergilir.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...