Ma’ruf Amin, Profesor Ekonomi Syariah Pendamping Jokowi di Kursi RI 2
Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan Joko Widodo (Jokowi) dan Ma'ruf Amin sebagai presiden dan wakil presiden terpilih periode 2019-2024. Jokowi-Ma'ruf akan dilantik pada Oktober mendatang.
Sebelum pencalonannya di Pilpres 2019, nama Ma’ruf Amin lebih dikenal sebagai tokoh Nahdlatul Ulama (NU) sekaligus ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI). Pria kelahiran Tangerang, 11 Maret 1943 ini berasal dari keluarga ulama Banten KH. Muhammad Amin. Sang ayah disebut-sebut memiliki garis keturunan dari Syekh Nawawi al-Bantani, ulama besar Indonesia yang pernah menjadi imam di Masjidil Haram, Mekkah.
Sejak usia belia, Ma'ruf mendapatkan pendidikan Islam. Pada 1955, ia mengenyam pendidikan di Madrasah Ibtidaiyah Kresek, Tangerang. Gairahnya untuk terus mendalami ajaran Islam mendorongnya pindah dari Banten ke Jombang untuk menuntut ilmu di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang.
Pesantren ini terkenal sebagai pondok pesantren yang banyak melahirkan tokoh-tokoh besar Islam di Indonesia, antara lain Abdurrahman Wahid (Gus Dur), KH. Bisri Syansuri, dan KH. Solahuddin Wahid (Gus Solah). Ma'ruf belajar selama enam tahun di Tebuireng dan lulus pada 1961.
Setelah lulus dari Tebuireng, ia melanjutkan pendidikannya di Universitas Ibnu Chaldun, Jakarta. Ma'ruf mulai aktif berorganisasi di Gerakan Pemuda Ansor Jakarta dan menjadi ketua pada 1964. Ma'ruf juga menjadi guru di sebuah sekolah di Jakarta Utara pada periode 1964-1970. Ia juga mengajar di Fakultas Tarbiyah Universitas Nahdlatul Ulama sejak 1968.
Ma’ruf Amin bukan hanya cakap mengorganisir berbagai urusan dengan segudang pengalamannya di organisasi keislaman. Ia juga terjun ke dunia politik pada Pemilu 1971 dan terpilih menjadi anggota DPRD DKI Jakarta. Karier Ma'ruf di bidang politik terus menanjak.
Pada 1973, Ma’ruf tercatat sebagai anggota DPR RI dari Fraksi Partai Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Ia juga pernah menjadi anggota MPR RI, anggota komisi II DPR RI dan ketua komisi VI DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
(Baca: Menang Pilpres 2019, Jokowi-Ma'ruf Ajak Masyarakat Kembali Bersatu)
Membangun Pesantren Gratis
Di sela-sela kesibukannya, Ma'ruf juga mewujudkan mimpinya untuk membangun pesantren di tanah kelahirannya. Pesantren An Nawawi di Tanara, Tangerang dibangun secara bertahap sejak 2001. Menurut buku biografi berjudul "KH. Ma'ruf Amin: Penggerak Umat, Pengayom Bangsa" ia membuka pesantren itu agar masyarakat di sekitarnya bisa menikmati pendidikan gratis. Pasalnya, tingkat kesejahteraan masyarakat di Tanara saat itu sangat minim sehingga mereka kurang peduli pada pendidikan anak-anaknya.
Bermula dari beberapa kelas saja, Pesantren An Nawawi berkembang dari pendidikan Tsanawiyah hingga ke level S1. Ma'ruf mengatakan, Pesantren An Nawawi menganut konsep pesantren 12 tahun dengan tingkat pendidikan Tsanawiyah (setingkat SMP) hingga S2. "Saat ini baru sampai S1 sebab S2 sedang dirintis," kata Ma'ruf seperti dikutip dari buku tersebut.
Pada 2015, Ma’ruf Amin dipercayai menjabat sebagai Ketua MUI. Ia juga menjabat sebagai Rais ‘Aam Syuriah Nahdlatul Ulama (NU) ke-10. Kiprahnya di dunia akademik dikukuhkan dengan gelar Guru Besar Kehormatan (Honoris Causa) bidang Ilmu Ekonomi Muamalat Syariah dari UIN Maulana Malik Ibrahim, Malang pada Mei 2017.
(Baca: Konsep Ekonomi Kerakyatan Ma'ruf Amin, Koperasi Jadi Motornya)
Sepak Terjang Ma'ruf di Bidang Ekonomi Syariah
Karier politik Ma'ruf meroket sejak ia dicalonkan sebagai wakil presiden mendampingi Jokowi yang merupakan calon presiden petahana. Berbagai respons muncul atas pencalonannya. Ada yang mendukung, ada pula yang menanggapi dengan negatif.
Fatwa kontroversial Ma'ruf saat menjadi ketua MUI menjadi salah satu sorotan masyarakat pada saat pencalonannya di Pilpres 2019. Salah satunya adalah fatwa yang menyatakan bahwa Basuki Tjahaja Purnama (BTP/Ahok) melakukan penistaan terhadap agama Islam atas ucapannya di Kepulauan Seribu.
Banyak janji kampanye yang kemudian dia gagas, termasuk soal strategi ekonomi yang disiapkan jika terpilih dalam Pilpres 2019. Jika pasangan calon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno saat kampanye menjanjikan pertumbuhan ekonomi 8 persen, beda lagi dengan Ma’ruf Amin. Ia paling vokal mengagas diwujudkannya sistem ekonomi syariah di Indonesia.
Pemikirannya tentang ekonomi syariah dituangkan dalam buku "The Ma'ruf Amin Way" yang diluncurkan 1 Februari 2019. Dalam buku tersebut, Ma'ruf mengusung konsep ekonomi keumatan yang bottom up alias ekonomi yang memberdayakan masyarakat. "Ekonomi harus adil dan merata dirasakan oleh semua pihak, bukan hanya pemilik modal," ujarnya. Koperasi, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), serta semangat kewirausahaan (enterpreneurship) termasuk yang melibatkan para santri menjadi kunci dari ekonomi ini.
Meski dalam kampanye Pilpres 2019 Sandiaga Uno juga sempat mengkampanyekan Indonesia sebagai pusat industri produk halal dan pengembangan bank syariah, perkara tersebut rupanya lebih lekat dengan sosok Ma’ruf Amin. Apalagi, pria kelahiran 1943 ini menjadi ketua Dewan Pengawas Syariah (DPS) di Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri, Bank Mega Syariah, dan Bank BNI Syariah.
Belakangan, posisi Ma'ruf sebagai DPS dipersoalkan oleh Tim Hukum Prabowo-Sandiaga dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi. Keberadaan Ma'ruf di dua anak usaha BUMN dinilai melanggar dengan ketentuan pada saat pencalonan capres dan cawapres.
Namun, dalil ini dimentahkan oleh MK karena berdasarkan Undang-Undang BUMN, anak usaha BUMN bukanlah BUMN karena tidak mendapat penyertaan modal langsung dari negara. Posisi DPS juga dinilai sama seperti konsultan jadi tidak berada dalam struktur perusahaan.
Ma'ruf juga menjadi ketua Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI periode 2015-2020. DSN-MUI inilah yang menyetir roda perekonomian syariah di Indonesia. Melalui fatwa-fatwa yang dikeluarkannya sejumlah usaha kemudian bisa mendapatkan label syariah. Atas kontribusi Ma'ruf di bidang ekonomi syariah, Bank Indonesia memberikan penghargaan sebagai pegiat Ekonomi Syariah Terbaik pada 2017.
(Baca: Ma'ruf Amin Pastikan Anak-anaknya Tak Akan Jadi Menteri)