KPU Nilai Tautan Berita Tak Bisa Jadi Alat Bukti dalam Sidang MK
Komisi Pemilihan Umum (KPU) menilai dalil pasangan calon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang menuntut agar tautan berita dapat menjadi alat bukti dalam sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK) tidak berdasar. KPU menilai, penggunaan tautan berita sebagai alat bukti merupakan pelanggaran terhadap tata beracara dalam sidang MK.
Ketua Tim Kuasa Hukum KPU Ali Nurdin mengatakan, Pasal 36 Peraturan MK Nomor 4 Tahun 2018 tidak menyebut tautan berita sebagai alat bukti yang sah dalam persidangan. Beleid itu hanya menunjukkan bahwa alat bukti yang sah meliputi surat atau tulisan; keterangan saksi, ahli, dan para pihak; petunjuk hakim.
"Dan alat bukti lain yang diucapkan, dikirimkan, diterima, disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu," kata Ali di gedung MK, Jakarta, Selasa (18/6).
(Baca: KPU Lampirkan 6 Ribu Bukti untuk Tangkis Gugatan Pilpres Prabowo-Sandi)
Kemudian, berdasarkan Pasal 37 PMK Nomor 4 Tahun 2018, Ali menjelaskan, alat bukti surat atau tulisan, antara lain berupa keputusan KPU tentang rekapitulasi hasil penghitungan suara, keputusan KPU tentang penetapan pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden beserta lampirannya.
Selain itu, keputusan KPU tentang penetapan nomor urut paslon, berita acara dan salinan rekap hasil penghitungan suara yang ditandatangani penyelenggara pemilu sesuai tingkatan. Lalu, salinan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dan dokumen tertulis lainnya.
Melalui beleid tersebut, Ali menekankan, tidak ada yang menjelaskan bahwa tautan berita dapat menjadi alat bukti. "Tuntutan pemohon yang meminta Mahkamah menggunakan tautan berita sebagai dasar penyelesaian perkara di MK merupakan pelanggaran terhadap tata beracara dalam persidangan," kata Ali, Selasa (18/6).
(Baca: Profil 9 Hakim Konstitusi Penentu Hasil Pilpres 2019)
Lebih lanjut, Ali menilai Bawaslu sebenarnya pernah menyatakan kedudukan tautan berita sebagai alat bukti. Hal itu termaktub dalam pertimbangan Bawaslu terkait perkara dugaan kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif pada Mei 2019 lalu.
Dalam perkara tersebut, Bawaslu menyatakan print out berita dari media massa daring tak dapat dijadikan rujukan dalam pembuktian perkara. "Berdasarkan hal tersebut, bukti link berita yang diajukan pemohon bukan alat bukti surat atau tulisan. Dengan demikian alat bukti yang diajukan pemohon tidak memenuhi syarat," kata Ali.