Walhi Desak Pemerintah Hentikan Impor Sampah
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) mendesak pemerintah segera menghentikan impor sampah, khususnya yang berbahan plastik. Sebab, tidak semua sampah plastik yang diimpor dari luar negeri bisa didaur ulang. Malah, lebih banyak yang tidak bisa didaur ulang.
Akibatnya, sampah tersebut jadi mencemari lingkungan. "Ketika tidak bisa didaur ulang, residunya itu enggak bisa diapa-apakan. Kemudian dibuang aja ke pinggir-pinggir sungai, tanah kosong, mengalirlah ke laut. Jadi sampah di laut, di sungai. Kemudian ada juga yang dibakar," kata Manager Pengkampanye Perkotaan dan Energi Walhi Dwi Sawung saat diwawancarai Katadata.co.id, Senin (17/6).
Sampah plastik yang masuk ke Indonesia, menurut Sawung, bisa saja mengandung bahan beracun dan berbahaya (B3). Jika mencemari lingkungan, maka dapat membahayakan kesehatan masyarakat. "Itu beracun, bisa memicu kanker dan segala macam penyakit lainnya. Berbahaya," katanya.
Selain itu, Sawung menilai manajemen pengelolaan sampah di Indonesia masih buruk. Bahkan berdasarkan catatan Walhi, hanya sekitar 40% daerah di Indonesia yang memiliki sistem pengangkutan sampah.
Dari jumlah tersebut, kuantitas sampah yang bisa terangkut pun semakin berkurang. Hal ini lantas membuat sampah yang tidak terangkut tersebut menjadi residu. "Enggak semua sampah bisa terangkut, paling 90%. Yang terangkut 90% itu cuma di beberapa kota saja. Di Jawa saja enggak semuanya," kata Sawung.
Di samping itu, Sawung meminta agar pemerintah bisa meningkatkan pengawasan terhadap barang-barang impor yang masuk. Pemerintah perlu mewaspadai sampah plastik impor mengingat China saat ini sudah menghentikan kebijakan impor sampah. Hal inilah yang menyebabkan banyak negara mengalihkan pengiriman sampahnya, seperti ke Indonesia.
Sawung menilai pengawasan terhadap sampah impor saat ini masih lemah. Akibatnya, kasus sampah impor kerap terjadi sejak beberapa tahun ke belakang. "Ini kan sudah sering. Harusnya kita mulai waspada," kata Sawung.
Pemerintah pun harus memberikan sanksi lainnya kepada pihak-pihak yang mengimpor sampah plastik tersebut. "Pihak yang ketahuan mengimpor sampah bisa diperintahkan untuk memulihkan lingkungan," ucapnya. Pemerintah harus memastikan jika sampah plastik yang masuk ke Indonesia benar-benar di-re-eksport.
(Baca: Terbitkan IMB Reklamasi Jakarta, Anies Disebut Tak Berbeda dengan Ahok)
Kasus sampah impor sebelumnya terkuak setelah pertama kali ditemukan oleh lembaga nirlaba lingkungan, Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton), bersama The Party Department pada awal Mei 2019. Rinciannya, 11 kontainer berisi sampah plastik impor dikirim ke Surabaya, Jawa Timur, dan sisanya ke Batam, Kepulauan Riau.
Di Surabaya, sampah plastik tersebut diketahui diselundupkan melalui impor scrap kertas. Adapun di Batam, sampah plastik itu diselundupkan melalui impor scrap plastik.
Ditjen Bea dan Cukai juga menaruh curiga pada belasan kontainer tersebut. Mereka lalu mengarahkan belasan kontainer itu ke jalur merah untuk pemeriksaan lebih lanjut. Dari pemeriksaan, diketahui bahwa isi kontainer tersebut mengandung impuritas atau limbah sampah.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah mengekspor balik lima kontainer sampah tersebut ke negara asalnya, yakni Amerika Serikat. Sementara itu, 11 kontainer sampah lainnya masih menunggu proses untuk dikembalikan ke negara asalnya.
(Baca: Tolak Buka Data HGU, Walhi Sebut Menteri Agraria Lakukan Pembangkangan)