TKN Jokowi-Ma'ruf Tolak Usulan Demokrat Bubarkan Koalisi Partai
Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Arsul Sani heran dengan wacana pembubaran koalisi partai politik yang diusulkan oleh Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Rachland Nashidik. Usulan tersebut menyiratkan ketidakpastian posisi politik Demokrat di Koalisi Indonesia Kerja (KIK) pendukung Jokowi-Ma’ruf.
Padahal Demokrat telah mengirim sinyal ingin bergabung dalam koalisi partai politik pendukung Jokowi-Ma’ruf. “Ini tentu menimbulkan tanda tanya bagi kami di KIK,” kata Arsul ketika dihubungi Katadata.co.id, Senin (10/6).
Dengan adanya usulan tersebut, Arsul menilai Demokrat tidak berusaha membangun pemahaman bersama dengan partai-partai di KIK. Dia menyarankan agar Demokrat menata gaya komunikasi jika ingin masuk ke dalam KIK. Sehingga Demokrat bersama partai-partai lain di KIK dapat mengawal pemerintahan Jokowi-Ma’ruf dengan baik.
“Kecuali memang Partai Demokrat sebenarnya maunya jadi penyeimbang saja ke depan, seperti posisinya sekarang,” ucap Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu.
(Baca: Silaturahmi AHY, Langkah Politik Demokrat Mendekat ke Jokowi)
Sebelumnya Rachland mengusulkan agar kedua pasangan calon dalam Pilpres 2019 membubarkan koalisi partai politik pendukung masing-masing karena Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 telah usai. Sehingga koalisi partai pendukung tak lagi diperlukan, baik oleh Jokowi-Ma’ruf maupun Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
“Membubarkan koalisi lebih cepat adalah resep yang patut dicoba,” ujar Rachland melalui akun Twitternya @RachlandNashidik pada Minggu (9/6).
Rachland bahkan mengusulkan Prabowo membubarkan koalisi dalam pertemuan resmi yang terakhir biarpun Prabowo-Sandiaga tengah mengajukan gugatan hasil Pilpres 2019 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Menurutnya, peran koalisi partai pendukung sudah tak lagi diperlukan dengan adanya gugatan ke MK. Sebab, gugatan ke MK merupakan urusan dari para pasangan calon, bukan partai politik dalam koalisi pendukung.
“Andalah pemimpin koalisi, yang mengajak bergabung. Datang tampak muka, pulang tampak punggung,” kata Rachland.
Menurut Rachland, mempertahankan koalisi partai pendukung sama saja dengan mempertahankan polarisasi di tengah masyarakat, mempertahankan permusuhan, dan memelihara potensi benturan dalam masyarakat. Padahal para pemimpin seharusnya mengutamakan keselamatan bangsa.
“Dalam situasi ini, perhatian utama perlu diberikan pada upaya menurunkan tensi politik darah tinggi di akar rumput,” kata Rachland.
Lebih lanjut dia bilang presiden terpilih bisa memilih sendiri para pembantunya di kabinet. Rekam jejak partai politik selama masa kampanye yang setia dan berguna bagi direksi politik presiden terpilih tak akan pupus hanya karena koalisi bubar. “Begitulah sistem presidensial,” kata Rachland.
(Baca: Koalisi Parpol Pendukung Jokowi dan Prabowo Diusulkan Bubar)