Potensi Bisnis yang Dijalankan Perempuan Masih Terhambat Pola Pikir
Managing Director Simona Ventures, Putri , melihat besarnya potensi ekonomi dari keterlibatan perempuan dalam dunia bisnis. Tidak sekadar menyokong perekonomian keluarga, tetapi partisipasi mereka berpeluang memberikan manfaat besar bagi perekonomian negara.
Perjalanan Putri di bidang teknologi sejak 2011 membawanya menapaki sektor finansial. Dia mendirikan modal ventura bernama Simona Ventures. Perusahaan ini menerapkan impact investing atau investasi berdampak sosial, khusus untuk bisnis yang dijalankan perempuan.
Putri menjelaskan, misi Simona Ventures adalah memberikan akses pendanaan kepada perusahaan rintisan yang dijalankan perempuan. Sebetulnya, imbuh dia, tidak terbatas bagi pendiri startup perempuan, melainkan usaha apapun yang memberikan berbagai solusi bagi permasalahan yang terkait dengan pemerataan kesempatan kerja, mengembangkan usaha, maupun pemberdayaan perempuan secara umum.
Prospek keuntungan dari startup yang akan dibiayai Simona Ventures idealnya sejalan dengan dampak sosial yang ingin dicapai. Social impact yang dimaksud harus terkait dengan misi pemberdayaan perempuan serta mendukung keberagaman gender.
“Tidak ada yang memikirkan khusus untuk startup founder perempuan. Padahal, partisipasi perempuan bisa dongkrak PDB Indonesia ke depan. Karena itu, kami fokus kepada pemberdayaan perempuan, kami ingin dukung keberagaman gender,” ucap Putri, di sela-sela Breakout Session Konferensi Katadata bersama Investing in Women pada 30 April lalu.
Pernyataan tersebut sejalan dengan hasil riset McKensey Global Institute (MGI). Penelitian berjudul “The Power of Parity: Advancing Women’s Equality in Asia Pasific” menyatakan, Indonesia mampu menambah PDB sebesar US$135 miliar pada 2025. Ada tiga hal yang harus dipenuhi
untuk merealisasikan proyeksi tersebut: pertama, terjadi peningkatan partisipasi kerja perempuan; kedua, porsi perempuan yang bekerja penuh waktu harus lebih tinggi dibandingkan dengan paruh waktu; dan, ketiga perlu lebih banyak kaum hawa bekerja di sektor yang produktivitasnya tinggi seperti manufaktur.
Potensi ekonomi tersebut disadari Putri, apalagi sedikitnya 51 persen usaha kecil di Tanah Air dimiliki perempuan. Tapi, ia juga paham bahwa tidak mudah merealisasikan proyeksi McKinsey atas PDB Indonesia pada 2025.
“Batasan bagi perempuan pengusaha (dan pekerja) adalah mindset atau pola pikir. Banyak dari mereka menjalankan bisnis dengan pemikiran hanya untuk dukung ekonomi keluarga. Cukup di situ saja,” tutur Putri.
Kasus yang sering ditemui Putri ialah perempuan lazimnya tidak sengaja terjun ke dunia bisnis. Sejak awal, usaha yang mereka jalankan tidak diarahkan agar berkembang secara berkelanjutan. Para kaum hawa pun tak memiliki rencana bisnis yang pasti.
Banyak perempuan pengusaha berpikir bahwa usaha yang dijalankan sekadar menyokong perekonomian keluarga atau mengisi waktu luang sebagai ibu rumah tangga, dan ini membuat usaha yang mereka jalankan biasanya tidak kunjung berkembang.
“Maka, selayaknya memang sejak awal sudah berniat menjalankan bisnis yang serius, sudah punya rencana bisnis,” tutur Putri.
Sejalan dengan Putri, Managing Partner McKinsey Indonesia Phillia Wibowo menjelaskan, terus terjadi pemikiran salah kaprah di Indonesia bahwa kemandirian finansial seorang perempuan sekadar untuk melengkapi kemapanan laki-laki atau pasangannya.
Padahal, imbuh dia, praktik bisnis yang dijalankan kaum hawa sangat potensial untuk membantu pemerintah memacu Produk Domestik Bruto (PDB). Data Bank Dunia menyebutkan, perempuan pemilik usaha kecil dan menengah di Tanah Air memberikan kontribusi sebesar 9,1 persen terhadap PDB. Maka dari itu, perempuan yang terjun ke dunia bisnis juga perlu dibekali dengan melek teknologi agar usaha mereka akan jauh lebih maju dan berkembang.
“Kami percaya, langkah dan upaya yang lebih terpadu agar perempuan pengusaha lebih melek teknologi digital bisa membawa aktivitas ekonomi yang mereka jalankan ke tahap baru yang lebih baik,” ujar Philia. Jelas, teknologi digital memungkinkan produsen bisa menjual barang/jasa ke pasar yang lebih luas.
Sebagai catatan, perempuan pemilik UMKM di Indonesia menyumbang 35 persen pendapatan e-commerce pada salah satu marketplace. Selain itu, McKinsey mengestimasikan platform online bisa menyerap tiga persen populasi perempuan tak bekerja.
This article was produced in partnership with Investing in Women, an initiative of the Australian Government that promotes women’s economic empowerment in South East Asia