KPK: Empat Peran Sofyan Basir Terkait Proyek PLTU Riau 1

Muchamad Nafi
23 April 2019, 20:44
KPK menyebutkan empat peran Sofyan Basir dalam kasus suap proyek PLTu Riau 1
ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Hari ini Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta memvonis mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham hukuman tiga tahun dalam kasus suap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau 1. Setelah itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara Sofyan Basir sebagai tersangka kasus tersebut.

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan ada empat peran Sofyan Basir sejak proyek tersebut bermula hingga Juni 2018. Diduga, terjadi sejumlah pertemuan yang dihadiri sebagian atau seluruh pihak, yaitu Sofyan Basir, terpidana Eni Maulani Saragih seewaktu menjadi anggota DPR dari Golkar, dan pemegang saham Blackgold Natural Resources Johannes Kotjo.

“Serta pihak lain di sejumlah tempat seperti hotel, restoran, kantor PLN, dan rumah Sofyan Basir,” kata Saut Situmorang saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Selasa (23/4). Dalam pertemuan itu dibahas sejumlah hal terkait proyek PLTU Riau 1 yang akan dikerjakan perusahaan Johannes Kotjo.

(Baca: Dirut PLN Sofyan Basir Jadi Tersangka Kasus Suap Proyek PLTU Riau-1)

Di sini, kata Saut, peran pertama Sofyan Basir yakni menunjuk perusahaan Johannes Kotjo, Blackgold Natural Resources, untuk mengerjakan proyek PLTU Riau 1. Kedua, Sofyan menyuruh salah satu Direktur di PT PLN untuk berhubungan dengan anggota Komisi VII DPR RI nonaktif Eni Maulani Saragih dan Johannes Budisutrisno Kotjo.

Ketiga, Saut melanjutkan, Sofyan menyuruh salah satu Direktur di PT PLN untuk memonitor karena ada keluhan dari Kotjo tentang lamanya penentuan proyek PLTU Riau 1. Terakhir, Sofyan membahas bentuk dan lama kontrak antara China Huadian Engineering Co (CHEC) dengan perusahaan-perusahaan konsorsium.

Diduga, Sofyan Basir menyuruh salah satu Direktur PT PLN agar perjanjian jual-beli listrik alias power purchase agreement (PPA) antara PLN dan Blackgold Natural Resources-China Huadian Engineering Co (CHEC) segera direalisasikan. Dalam kasus tersebut, Sofyan diduga menerima suap dari Johannes Kotjo.

(Baca: Kementerian BUMN Kaji Status Dirut PLN yang Jadi Tersangka KPK)

Saut juga mengungkapkan Sofyan diduga menerima suap dengan mendapatkan bagian yang sama besar dari jatah Eni Maulani Saragih dan mantan Idrus Marham. Karena itu, Sofyan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 ayat (2) KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya. Hukuman minimalnya empat tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

SVP Hukum Korporat PLN Dedeng Hidayat menyatakan, jajaran manajemen dan pegawai PLN turut prihatin atas dugaan kasus hukum yang menimpa Sofyan. “Kami menyerahkan seluruh proses hukum kepada KPK yang akan bertindak secara profesional dan proporsional,” kata Dedeng dalam pernyataan resminya.

Dalam kasus ini, siang tadi Majelis Hakim Tipikor Jakarta memvonis Idrus Marham hukuman tiga tahun. Hakim menolak seluruh pembelaan Idrus yang tertuang dalam pledoi atau nota pembelaan. Idrus dinilai bersalah dan terbukti menerima suap Rp 2,25 miliar dari total Rp 4,75 miliar bersama-sama dengan Eni Maulani Saragih.

(Baca: Idrus Marham Dihukum 3 Tahun, Seluruh Pembelaannya Ditolak Hakim)

Uang tersebut diperoleh dari Johanes Budisutrisno Kotjo untuk mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) PLTU Riau 1. Dana ini, menurut Majelis Hakim, dipergunakan Idrus Marham untuk mencalonkan diri sebagai Ketua Umum Golkar menggantikan Setya Novanto.

Selain divonis tiga tahun penjara, Idrus didenda Rp 150 juta subsider dua bulan kurungan. Vonis hukuman ini lebih rendah dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum KPK yang menuntut Idrus dihukum lima tahun dan pidana denda Rp 300 juta subsider empat bulan kurungan.

Atas keputusan ini, Idrus dan jaksa membutuhkan waktu tujuh hari untuk menanggapinya. “Kami akan memanfaatkan waktu yang diberikan UU kepada saya,” kata Idrus. “Dan pada saatnya saya akan menentukan sikap lebih lanjut dan tentu akan dalam koridor aturan dan hukum.”

Reporter: Antara

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...