Ada Upaya Delegitimasi KPU dan Bawaslu, Publik Diajak Kawal Pemilu
Upaya delegitimasi terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) membuat kepercayaan masyarakat terhadap kedua institusi tersebut menurun. Publik diajak proaktif mencegah potensi kecurangan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) masing-masing.
Direktur Eksekutif Voxpol Centre Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago mengatakan, telah terjadi fenomena delegitimasi terhadap KPU dan Bawaslu oleh pihak-pihak tertentu. "Kepercayaan masyarakat terhadap KPU berkisar 62% sedangkan terhadap Bawaslu 68%," kata Pangi dalam diskusi Masyarakat Cinta Pemilu Damai, di Jakarta, Selasa (16/4). Ia berharap kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penyelenggara dan pengawas Pemilu tersebut berangsur-angsur membaik.
Tingkat kepercayaan publik terhadap KPU dan Bawaslu versi Voxpol Centre ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil survei Saiful Mujani Research Consulting (SMRC) pada 10 Maret lalu. Menurut SMRC, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap KPU dan Bawaslu mencapai 80%.
Kasus kisruhnya penyelenggaraan Pemilu bagi warga negara Indonesia (WNI) di luar negeri merupakan salah satu penyebabnya. Majelis Nasional Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia, Standarkia Latief mengatakan, potensi kecurangan termasuk yang terjadi di luar negeri menjadi ancaman bagi Pemilu 2019.
Namun, sejauh ini masalah tersebut tidak ditangani serius oleh KPU dan Bawaslu. "Seharusnya KPU dan Bawaslu sebagai lembaga yang berwenang dalam menyelenggarakan Pemilu mengklarifikasi kondisi yang terjadi di lapangan," kata Latief.
(Baca: KPU Sebut Kisruh Pemilu di Luar Negeri karena Pemilih Khusus Membludak)
Aplikasi Pencegah Kecurangan Pemilu
Untuk mencegah kerawanan dan potensi kecurangan pada saat Pemilu besok, masyarakat diajak untuk berpartisipasi secara aktif. Co-founder AyoJagaTPS James Falahudin mengatakan, salah satu bentuk partisipasi masyarakat bisa diwujudkan melalui aplikasi AyoJagaTPS. "Gerakan ini hadir untuk menciptakan Pemilu yang lebih akuntabel, bermartabat, tidak ada kecurangan, dan tertib," ujar James.
Di dalam aplikasi ini, terdapat beberapa fitur. Pengguna dapat mengunggah formulir C1 plano dan rekapitulasi hasil perhitungan suara melalui fitur Laporan. Ada juga fitur Agenda, Info/Instruksi, Non DPT, dan DPT.
Aplikasi AyoJagaTPS dapat diunduh melalui Google Playstore. Dalam waktu enam hari sejak diluncurkan pada 10 April 2019, aplikasi ini telah diunduh sebanyak hampir 250 ribu orang dari 34 provinsi se-Indonesia.
Founder Indotelko Forum Doni Ismanto Darwin juga menyebutkan, masyarakat perlu mewaspadai beredarnya disinformasi maupun kabar bohong (hoaks). Setiap informasi yang diterima harus diverifikasi kembali. Ia mencontohkan hoaks yang berasal dari video lama yang diunggah kembali di media sosial sehingga membuat gaduh di masyarakat.
(Baca: Jelang Pemilu, WhatsApp Gandeng Mafindo Rilis Saluran Pelaporan Hoaks)
Pada kesempatan tersebut, para narasumber sepakat bahwa partisipasi masyarakat secara proaktif diperlukan untuk menciptakan pemilu yang berkualitas dan mencegah kecurangan. Selain itu, masyarakat perlu memverifikasi setiap data atau informasi yang beredar.
Masyarakat Cinta Pemilu Damai juga menilai penyelenggaraan Pemilu sejak reformasi membaik. Begitu pula dengan kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam Pemilu. Mereka juga berharap Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menjalankan kewenangannya dengan menarik (takedown) berbagai informasi negatif maupun hoaks yang beredar. Hal ini dilakukan agar tercipta iklim demokrasi yang adil dan sehat.
(Baca: Awasi Medsos Saat Masa Tenang Pilpres 2019, Bawaslu Gandeng Kominfo)