Mahfud MD: Tak Ada Kecurangan Terstruktur dalam Pilpres 2019
Ketua Umum Gerakan Suluh Kebangsaan Mahfud MD menilai upaya mengerahkan kekuatan massa (people power) atas tuduhan adanya kecurangan terstruktur dalam Pilpres 2019 tidak tepat. Sebab, Mahfud menilai kecurangan terstruktur tidak mungkin terjadi pada kontestasi politik tahun ini.
Menurut Mahfud, sudah ada jaminan hukum dan kelembagaan atas penyelenggaran Pilpres 2019. Jaminan tersebut salah satunya karena KPU merupakan lembaga yang bersifat mandiri dan independen.
KPU saat ini tidak lagi berada di bawah kendali pemerintah sebagaimana terjadi ketika masa Orde Baru. Para komisioner KPU pun dipilih oleh DPR yang beranggotakan partai-partai politik peserta Pemilu, sehingga tidak tepat apabila ada anggota partai yang ada di DPR ikut menuding KPU bisa diintervensi.
(Baca: Narasi Kecurangan dan Potensi Delegitimasi Pilpres 2019)
Mahfud pun menilai ada lembaga lain yang ikut mengawasi dan mengadili masalah pelanggaran Pemilu, yakni Bawaslu, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP), Sentra Gakkumdu dan Mahkamah Konstitusi (MK). Selain itu, pengawasan dalam Pilpres 2019 juga dilakukan oleh masyarakat secara bebas.
Ia menyebutkan saat ini, banyak pemantau Pilpres 2019 yang berasal dari dalam dan luar negeri yang ikut mengawasi jalannya kontestasi politik. Media massa juga bebas untuk memberitakan terkait proses penyelenggaran Pemilu. Ada pula lembaga survei, penghitung cepat, serta exit poll yang dapat menjadi alat pengukur dalam memahami situasi kepemiluan saat ini.
Kecurangan tersetruktur menurutnya mustahil terjadi, sebab jumlah TPS yang sedemikian banyak. "Ada 800.009 TPS. Kalau terstruktur bagaimana caranya? paling terjadi di satu dua tps yang kecil-kecil dan itu bisa diatasi oleh Bawaslu dan pengadilan," kata Mahfud di Gedung KPU, Jakarta, Rabu (10/4).
Selain itu, kecurangan terstruktur juga tak mungkin terjadi karena perhitungan suara dilakukan secara manual. Penggunaan teknologi informasi hanya digunakan untuk membantu memberikan informasi setelah perhitungan resmi secara manual dilakukan.
Selama ini, salah satu isu kecurangan yang dialamatkan kepada KPU adalah, adanya penyedotan suara dari salah satu kandidat ke kandidat lain melalui program komputer. "Yang selalu dituduhkan tapi tidak masuk akal adalah adanya penyedotan suara melalui program komputer dari satu paslon ke paslon lain," kata Mahfud.
(Baca: Kampanye Ramai, BPN Percayai Survei yang Menangkan Prabowo)
Atas dasar itu, Mahfud meminta agar tak ada pihak yang ingin mengerahkan kekuatan massa dengan alasan kecurangan Pilpres 2019. Mahfud meminta semua pihak dapat sportif serta jujur. Dia pun meminta para pihak dapat menerima apapun hasil Pilpres 2019 nantinya.
Hal senada disampaikan Guru Besar Universitas Indonesia Rhenald Kasali. Menurutnya, semua pihak harus dapat berbesar hati dengan apa pun hasil kontestasi politik pada 17 April 2019 mendatang. Penggunaan cara-cara di luar hukum, termasuk mobilisasi massa dengan alasan kecurangan Pemilu dianggapnya tidak tepat.
"Kami percaya mekanisme hukum adalah mekanisme terbaik untuk menyelesaikan segala persoalan (kecurangan Pilpres 2019)," kata Rhenald.
Narasi memobilisasi massa sebelumnya kerap diutarakan kubu pasangan calon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Narasi ini awalnya digaungkan oleh Ketua Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga, Amien Rais yang mengancam bakal mendorong masyarakat berbondong-bondong bergerak bila terjadi kecurangan dalam Pemilu.
Menurut Amien, rencana aksinya itu merupakan bagian dari pemberontakan sosial atau social revolt masyarakat kepada penguasa. “Apabila ada kecurangan, kami akan mendorong masyarakat ke Monas,” kata Amien.
Wacana serupa disampaikan Direktur Kampanye BPN Prabowo-Sandiaga, Sugiono. Menurut Sugiono, pihak-pihak yang curang dalam Pilpres 2019 akan berhadapan dengat kekuatan rakyat.
BPN mengatakan, rakyat tak akan mau dicurangi dalam kontestasi politik tahun ini. Pasalnya, rakyat saat ini menginginkan perubahan dan pemerintahan yang bersih. Sugiono menyebut rakyat tidak mendapatkan dua hal tersebut di pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla saat ini.
"Masyarakat tidak akan mau dong hak-hak mereka dicuri, dibohongi, kan begitu," kata Direktur Kampanye BPN Prabowo-Sandiaga, Sugiono di The Darmawangsa, Jakarta, Rabu (10/4).
(Baca: Debat Pilpres 2019, Sandiaga akan Serang Pertumbuhan Ekonomi 5% Jokowi)