Krisis Penulis Skenario & Kru Film, Bekraf Akan Hadirkan Pelatih Asing
Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) tengah membahas krisis sumber daya manusia di sektor perfilman bersama para pelaku usaha. Saat ini industri film mengalami krisis sumber daya manusia terutama dalam pekerjaan sebagai penulis skenario dan kru film.
Kepala Bekraf Triawan Munaf menyatakan pemerintah dan para pelaku usaha akan segera mengatasi permasalahan itu. "Tidak usah terlalu khawatir, kami sedang bicara dengan para pelaku usaha," kata Triawan kepada Katadata.co.id di Jakarta, Senin (8/4).
Triawan menjelaskan industri sinema Tanah Air masih kekurangan kuantitas sekaligus kualitas penulis skenario. Saat ini masih minim kualitas penceritaan yang baik sampai penggambarannya ke dalam sebuah film. Sehingga, Bekraf akan melakukan kolaborasi dengan para pelaku perfilman asing serta pengajar dari luar negeri.
(Baca Edisi Khusus: Impian Industri Kreatif Tanah Air Menapaki Jejak Korea)
Menurut Triawan, peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia bakal fokus pada peningkatan penceritaan yang ada pada film. "Kami mesti bikin pelatihan-pelatihan dalam jangka waktu yang cepat, sehingga kami akan mendatangkan orang-orang dari luar negeri," ujarnya.
Sebelumnya, perfilman Indonesia semakin menarik perhatian pemirsa. Pada awal tahun ini saja, setidaknya sudah tiga film nasional yang meraih satu juta penonton. Namun, untuk menggenjot produksi, pelaku industri perfilman tengah menghadapi masalah lain: kekurangan sumber daya manusia.
Sutradara Film Joko Anwar menyebut peningkatan jumlah produksi film setiap tahun tidak seimbang dengan ketersediaan kru. Akibatnya, perebutan awak produksi yang berkualitas menghasilkan daftar tunggu yang panjang.
"Kami berebut untuk memesan jasa kru untuk film produksi sampai setahun ke depan," kata Joko yang turut berperan dalam film Ave Maryam.
(Baca: Lanjutkan Tren Film Terlaris, Falcon Umumkan Produksi Film Warkop DKI)
Dia menyebutkan, setidaknya ada dua penyebab dunia film Indonesia kekurangan sumber daya manusia. Pertama, pendidikan formal atau informal pada sektor film masih sangat minim. Sekolah film paling banyak ada di Jakarta, tetapi tidak mampu menggaet potensi yang ada di daerah.
Kedua, permintaan masyarakat terhadap film Indonesia semakin meningkat. Menurutnya, penonton film nasional tahun 2018 sebesar 44 juta orang. Begitu pula jumlah bioskop semakin melonjak, dari 1.200 layar menjadi 1.700 dalam waktu tiga tahun.
Jika tak diantisipasi, ia khawatir kondisi ini akan berpengaruh terhadap kualitas film nasional. Sebab, tingginya tuntutan penonton bisa jadi membuat produser memaksa sutradara merekrut kru seadanya dan memulai produksi secara asal-asalan.
(Baca: Panen Penonton, Film Indonesia Hadapi Masalah Kekurangan Kru)