Peneliti LIPI: Belum Ada Kebutuhan Mendesak Revisi UU TNI
Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) dinilai belum mendesak. Revisi tersebut justru berpotensi memunculkan masalah baru mengenai pengembalian dwifungsi TNI jika pasal 47 UU TNI diubah.
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsudin Haris mengatakan, pasal 47 UU TNI menjelaskan bahwa prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif. Adapun, prajurit aktif hanya dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, dan Intelijen Negara.
Kemudian, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Badan Narkotika Nasional (BNN), dan Mahkamah Agung (MA). "Ada peluang TNI aktif duduk di jabatan sipil, kemudian ditambah-tambah, lama-lama habis. Itu artinya dwifungsi TNI dihidupkan kembali melalui revisi UU TNI," kata Syamsudin di Sekretariat Komnas HAM, Jakarta, Jumat (1/3).
(Baca: Penempatan TNI di Jabatan Sipil, Langkah Mundur Agenda Reformasi)
Hal senada disampaikan oleh Komisioner Komnas HAM Choirul Anam. Menurut Choirul, revisi UU TNI belum dibutuhkan saat ini. Pasalnya, belum ada komitmen yang jelas dalam agenda reformasi TNI. "Apalagi elit politik belum mencerminkan komitmen kuat untuk mereformasi TNI," kata Choirul.
Choirul mengatakan, sebaiknya revisi dilakukan terhadap UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Selama ini, belum ada kejelasan terkait revisi UU Peradilan Militer.
Padahal, wacana revisi aturan tersebut sudah lama digaungkan agar tercipta transparansi dan akuntabilitas dari peradilan militer. "Ada enggak yang perlu direvisi? Ada, yakni UU terkait Peradilan Militer. Itu yang menurut saya baik," kata Choirul.
Wacana revisi UU TNI sebelumnya disampaikan oleh Presiden Joko Widodo dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto. Revisi UU TNI akan dilakukan untuk restrukturasi di internal militer. Restrukturasi itu bakal dilakukan dengan mengubah masa usia pensiun tentara golongan tamtama dan bintara menjadi 58 tahun dari sebelumnya 53 tahun.
Revisi aturan tersebut juga dilakukan untuk menambah 60 jabatan baru posisi perwira tinggi (Pati) di TNI. Lebih lanjut, hal tersebut ditujukan agar dapat menempatkan para perwira aktif TNI di jabatan sipil di kementerian/lembaga.
(Baca: Penempatan TNI di Kementerian dan Lembaga Berpotensi Maladministrasi)