Strategi Menyerang, Jokowi Disarankan Hindari Blunder
Calon Presiden nomor urut 01 Joko Widodo (Jokowi) akhir-akhir ini bergaya ofensif dan lebih menyerang kubu lawannya, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Para pengamat politik menilai hal ini merupakan bagian dari strategi tim sukses Jokowi. Namun, Jokowi diingatkan agar menghindari blunder dan tetap menyertakan data dan fakta dalam serangannya.
Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research Center Djayadi Hanan mengatakan, Jokowi juga harus menghindari keluhan dalam berkomunikasi dengan publik. Ia mencontohkan saat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjabat sebagai Presiden RI 2004-2014 kerap berkomunikasi dengan gaya keluhan.
Namun, masyarakat akhirnya merespons negatif keluhan Yudhoyono tersebut. Meski awalnya keluhan disampaikan dengan maksud responsif terhadap isu. "Karena itu bagian strategi bicara," kata Djayadi.
Selain perubahan strategi komunikasi, Djayadi menjelaskan sosok Jokowi yang lebih ofensif ini bisa juga keluar lantaran emosinya terpancing sejumlah serangan isu yang dilontarkan lawan politik. Beberapa di antaranya adalah isu kader Partai Komunis Indonesia (PKI) hingga anti Islam. "Jadi keluar manusiawinya, asal jangan jadi blunder," kata Djayadi.
(Baca: Populi Center: Jokowi Lebih Digandrungi Milenial Ketimbang Prabowo)
Namun, dia melihat sosok Jokowi saat ini ingin dianggap tegas serta berwibawa. Dari survei nasional Populi Center akhir Januari lalu, sebanyak 50,7% responden masih menganggap Prabowo Subianto sebagai calon presiden yang tegas. Sedangkan responden yang berpandangan Jokowi sosok tegas hanya 40%.
Begitu pula apabila karakter tegas pasangan calon ditanyakan kepada responden. Sebanyak 43,6% masyarakat yang disurvei menyebut paslon Prabowo-Sandiaga Uno sebagai pasangan tegas. Sedangkan hanya 41,4% responden yang berpikir Jokowi-Ma'ruf Amin merupakan paslon tegas.
"Banyak juga pendukungnya ingin Jokowi lebih tegas," kata Djayadi. Survei nasional Populi Center ini dilakukan pada 20-27 Januari lalu. Total ada 1.486 responden yang terlibat dengan margin error 2,53%.
Sementara itu, Analis Politik LIPI Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesi (LIPI) Syamsuddin Haris mengatakan, sikap Jokowi yang ofensif ini mulai terlhat sejak debat calon presiden dan wakil presiden pertama Januari lalu. Meski memandang kehilangan keasliannya, gaya Jokowi ini ditunggu sebagian pendukungnya.
Oleh sebab itu, Syamsuddin melihat tidak ada potensi elektabilitas yang tergerus dari perubahan ini. "Mungkin semakin memperkuat pendukung Jokowi mempertahankan pilihannya," kata Syamsuddin.
(Baca: Prabowo-Sandi Percepat Kebijakan Industri Halal jika Menang Pillpres)