Dalam 4 Tahun Masa Jokowi, Jumlah Desa Tertinggal Berkurang Signifikan
Badan Pusat Pusat Statistik (BPS) mencatat dalam empat tahun, pemerintah berhasil mengurangi 6.518 desa tertinggal dan menambahkan 2.665 desa mandiri. Dengan capaian itu, maka target pengurangan 5 ribu unit desa tertinggal serta peningkatan 2 ribu desa mandiri sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 telah tercapai.
Berdasarkan Indeks Pembangunan Desa (IPD) tahun 2018 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) terhadap 75.436 unit desa, diketahui bahwa dari jumlah tersebut sebanyak 55.369 unit (73,4%) desa masuk dalam kategori desa berkembang, sebanyak 5.606 unit (7,43%) masuk kategori desa mandiri, dan 14.461 unit (19,17%) merupakan desa tertinggal . "Target RPJMN telah tercapai," kata Kepala BPS Suhariyanto di Jakarta, Senin (10/12).
IPD diukur dari 5 dimensi, yaitu ketersediaan pelayanan dasar, kondisi infrastruktur, aksesbilitas transportasi, pelayanan umum, serta penyelenggaraan pemerintah. Kelima dimensi tersebut kemudian dijadikan faktor penentu pengkategorian desa mandiri, desa berkembang, dan desa tertinggal.
(Baca: Menteri Desa: Ekonomi Maju Tanpa Tekan Kemiskinan Picu Gejolak Sosial)
Suhariyanto menjelaskan, jika mengacu pada komposisi desa yang diukur tahun 2014, maka sebanyak 2.894 desa masuk dalam kategori desa mandiri (3,93%), diikuti 51.026 desa masuk kategori desa berkembang (69,26%) serta 19.750 desa merupakan kategori desa tertinggal (26,81%). Dengan demikian diketahui bahwa secara umum, semua dimensi mengalami kenaikan.
BPS mencatat dimensi yang mengalami kenaikan paling tinggi adalah dimensi penyelenggaraan pemerintahan desa. Sebaliknya, dimensi yang mengalami kenaikan ternedah adalah pada dimensi pelayanan dasar. "Kami berusaha mengukur dari sisi ekonomi dan sosial," ujar Suhariyanto.
Dimensi pelayanan dasar meningkat dari 56,73 tahun 2014 menjadi 57,65 pada 2018. Ketersediaan sekolah menengah atas meningkat 19%, ketersediaan apotek di desa meningkat 54%, serta peningkatan rumah sakit di desa naik 20%.
Pada periode yang sama, kondisi infrastruktur juga mengalami peningkatan dari 39,21 menjadi 44,63. Akses bahan bakar lmenajadi lebih mudah karena peningkatan agen gas LPG sebesar 14%, tempat buang air besar untuk jamban di rumah pun naik 26%, serta layanan pos di desa meningkat 59%.
(Baca juga: Data Kemiskinan Berubah Jadi Alasan Bantuan Pangan Tak Sesuai Target).
Demikian juga dengan Indeks transportasi yang mengalami kenaikan, dari 73,50 pada 2014 menjadi 77,00 per 2018. Waktu tempuh per kilometer transportasi kantor camat lebih singkat dari 1 jam 32 menit menjadi 34 menit. Sedangkan untuk waktu tempuh per kilometer transportasi ke kantor bupati atau walikota lebih cepat dari 2 jam 44 menit menjadi 1 jam 54 menit.
Suhariyanto mengungkapkan lalu lintas dan kualitas jalan transportasi antardesa juga meningkat dengan indikator desa yang memiliki jalan utama beraspal atau beton naik 15%. "Kita harap waktu tempuh semakin cepat, sehingga akses masyarakat untuk berbagai keperluan bisa lebih baik," katanya lagi.
(Baca pula: Dana Desa Menumpuk di Daerah, Pemerintah Longgarkan Syarat Penyaluran).
Selain itu dimensi pelayanan umum untuk kemandirian desa juga naik dari 51,72 menjadi 53,60 selama 4 tahun. Ketersediaan fasilitas olahraga meningkat 8%, penanganan gizi buru lebih baik sehingga desa yang ada kejadian gizi buruk turun 29%, serta penanganan kejadian luar biasa berkurang 6%.
Terakhir, dimensi penyelenggaraan pemerintah desa naik tajam dari 61,59 menjadi 71,40. Penerimaan desa selain dana desa meningkat lebih dari 50%, kelengkapan pemerintahan desa naik 13%, serta kualitas sumber daya manusia dengan pendidikan kepala desa minimal SMU meningkat sebesar 10%.