KPK Tolak Permintaan Johannes Kotjo Jadi Justice Collaborator
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak permohonan pengusaha sekaligus pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo untuk menjadi justice collaborator (JC). Alasannya, Johannes dianggap sebagai pelaku utama dalam kasus korupsi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU MT) Riau-1.
Jaksa Penuntut Umum KPK Ronald Worotikan meyakini, Johannes menyuap uang senilai Rp 4,7 miliar secara bertahap kepada Eks Anggota Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih dan Mantan Sekretaris Jenderal Golkar Idrus Marham. Uang suap tersebut diberikan empat kali agar Eni membantunya mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) PLTU Mulut Tambang Riau-1.
Pada dua tahap pertama, Johannes memberikan uang kepada Eni sebesar Rp 4 miliar untuk Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Golkar. Johannes juga memberikan Rp 250 juta kepada Eni untuk keperluan pilkada suaminya sebagai Bupati Temanggung. Uang suap Rp 500 juta diberikan pada Rp 13 Juni 2018 sebagai bagian fee yang dijanjikan Johannes kepada Eni.
"Sesuai Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011, maka permohonan justice collaborator yang diajukan oleh terdakwa tidak dapat dikabulkan," kata Ronald di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), di Jakarta, Senin (26/11).
Jaksa mengakui, Johannes selama pemeriksaan sangat kooperatif. Johannes pun dinilai jujur mengakui perbuatan yang dilakukannya sehingga sangat membantu penuntut umum membuktikan perkara korupsi PLTU MT Riau-1.
Meski demikian, Johannes dianggap tak bisa membongkar perkara ini lebih jauh. "Atau peranan pihak lain yang lebih besar," kata Ronald. Johannes sebelumnya dituntut empat tahun penjara dalam perkara ini. Dia juga dituntut membayar denda sebesar Rp 250 juta subsider enam bulan kurungan atas perbuatannya.
(Baca: Bos Blackgold Johannes Kotjo Dituntut 4 Tahun Penjara Kasus PLTU Riau)
JPU KPK menuntut Johannes sebagaimana dakwaan alternatif pertama, yakni Pasal 5 ayat 1 huruf av Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. Dalam pertimbangan jaksa, hal yang memberatkan Johannes adalah perbuatannya yang tak mendukung peran pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
Sementara itu, hal yang meringankan Johannes adalah perilaku sopan yang ditunjukkan selama persidangan. Dia juga belum pernah dihukum. Selain itu, Johannes bersikap kooperatif dan mengakui perbuatannya. "Sehingga memudahkan penuntut umum membuktikan dakwaannya," kata Ronald.
(Baca: Sofyan Basir Disebut dalam Dakwaan Penyuap Proyek PLTU Riau-1)