Komnas Perempuan Meminta Kejaksaan Tunda Eksekusi Guru Nuril
Komisi Nasional Anti kekerasan terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan meminta kejaksaan menunda eksekusi putusan Mahkamah Agung (MA) terhadap Baiq Nuril Maqnun. Eksekusi tersebut rencananya dilakukan Kejaksaan Negeri Mataram pada hari ini, Rabu, 21 November 2018.
Baiq Nuril merupakan mantan guru honorer SMAN 7 Mataram. Saat bekerja, Nuril diduga kerap menerima pelecehan seksual secara verbal oleh atasannya. Namun, Mahkamah Agung menyatakan Nuril bersalah atas terjadinya penyebaran rekaman suara perilaku asusila yang dilakukan atasannya.
(Baca: Datangi Istana, Koalisi Save Nuril Minta Jokowi Beri Amnesti)
Melalui putusan bernomor 574K/Pid.Sus/2018, Mahkamah memvonis Nuril hukuman penjara enam bulan dan denda Rp 500 juta karena dianggap melanggar pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Untuk itu, Ketua Komnas Perempuan Azriana Manalu berharap kejaksaan tak segera melaksanakan putusan tersebut.
“Komnas Perempuan meminta Jaksa Agung agar pelaksanaan eksekusi bisa ditunda,” Azriana Manalu di Jakarta Pusat, Senin (19/11). “Apalagi salinan putusan juga belum keluar, baru petikan putusan.” Hukum acara memang mengatur agar pelaksanaan putusan itu dilakukan setelah salinan putusan disampaikan kepada para pihak.
Komnas Perempuan sudah berkomunikasi dengan pihak Nuril. Azriana akan mengupayakan perlindungan kepada Nuril, apalagi terduga pelaku kekerasan seksual memiliki kedudukan di Mataram. (Baca: MA Vonis Guru Nuril 6 Bulan, Jokowi Ramai-ramai Didesak Beri Amnesti)
Atas kasus ini, Presiden Joko Widodo juga sudah angkat bicara. Presiden meminta Nuril menyelesaikan peninjauan kembali (PK) atas kasusnya terlebih dahulu. Jika langkah tersebut dinilai kurang adil, Nuril bisa mengajukan langkah hukum selanjutnya yakni grasi. “Kalau sudah mengajukan grasi, itu bagian saya,” kata Jokowi di Lamongan, Jawa Timur seperti dilansir oleh Sekretariat Presiden, Senin (19/11).
Jokowi memberi dukungan kepada Nuril dalam mencari keadilan. Di sisi lain, ia sebagai kepala pemerintahan tidak dapat mencampuri keputusan Mahkamah Agung. Jokowi berharap, Mahkamah dapat memberikan putusan yang adil bagi Nuril dalam proses PK.
Langkah hukum yang disarankan Jokowi ini berbeda dengan permintaan Koalisi Save Nuril yang menginginkan adanya amnesti. Koalisi Save Nuril sudah menyerahkan petisi yang ditandatangani oleh 80 ribu orang kepada Presiden Jokowi melalui Kantor Staf Presiden (KSP).
Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Anggara Suwahju mengatakan saat ini hanya memikirkan soal amnesti lantaran pemberian grasi dibatasi sejumlah aturan. Apabila grasi diberikan, seseorang harus menjadi terpidana paling tidak dua tahun penjara.
Padahal, Nuril hanya dipidanakan selama enam bulan kurungan. “Selain itu, tidak adil kalau orang yang tidak melakukan kesalahan minta diampuni kesalahannya,” ujar Anggara. (Baca: Koalisi Save Nuril Ingin Amnesti, Jokowi Tawarkan Grasi)
[Kontributor: Ika Rodhiah Putri]