Moeldoko Minta Media Massa Halau Berita Hoaks
Kepala Kantor Staf Kepresidenan Jenderal TNI (Purn) Moeldoko meminta media massa membantu pemerintah meluruskan berita-berita bohong atau hoaks yang beredar di masyarakat. Apalagi, banyak isu hoaks yang disebarkan pada tahun politik seperti saat ini.
Berita bohong tersebut berisiko besar mengganggu kestabilan negara karena membuat friksi antarsesama anak bangsa, perpecahan, dan mengganggu persaudaraan. Seseorang yang terpapar informasi bohong selama lima belas kali, secara teori akan menganggapnya sebagai kebenaran. “Media seharusnya benar-benar mengambil peran dalam meluruskan hoaks,” kata Moeldoko pada seminar “Peran Media bagi Masyarakat” di Tzu Chi Center, Jakarta, Minggu (21/10).
(Baca juga: Mafindo Catat Hoaks Politik Merajalela Jelang Pilpres 2019)
Moeldoko mengakui pemerintah kesulitan dan gagap menghadapi beragam hoaks, khususnya isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), komunis, dan tenaga kerja asing (TKA) dari Tiongkok. “Kami betul-betul gagap, tidak mudah mengatasi itu,” ujarnya.
Dalam isu TKA China, misalnya, pembuat hoaks mem-framing seolah-olah ada 10 juta tenaga kerja dari Tiongkok masuk Indonesia. Begitu banyak video disebar di You Tube dan media sosial yang menggambarkan pergerakan TKA dari Negeri Tembok Besar keluar dari pesawat, menggunakan celana jeans, sepatu kets, dan kaos, dengan keterangan ratusan ribu tenaga kerja kasar asal Tiongkok masuk dan mengambil alih jatah tenaga kerja lokal.
Menurutnya, isu puluhan juta pekerja dari Tiongkok itu tidak benar. “Media mainstream, media online, coba Anda datang ke Konawe (Sulawesi Selatan), benarkah tenaga kerja asing di sana seperti yang digambarkan?” kata Moeldoko.
Publik diminta mengedepankan logika dan rasionalitas dalam menyikapi banjir kabar bohong. Moeldoko juga mengingatkan demokrasi yang dibangun melalui media dan media sosial tetap memiliki rambu-rambu yang diatur dalam konstitusi.
Di tempat yang sama, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul 'Ulama Said Aqil Siradj mengingatkan umat Muslim bahwa sejak 15 abad silam, Al Quran dalam Surat Al Qalam telah menyuruh umat menjauhi berita bohong dan fitnah. “Jangan terpengaruh oleh berita bohong, caci maki, adu domba karena itu membuat perpecahan dan dosa besar,” ujarnya.
Media massa, kata Said Aqil, sangat penting untuk menghalau fitnah dan hoaks, serta membangun keharmonisan, bukan menjadi sumber perpecahan. Media seharusnya berfungsi sebagai alat untuk berdakwah dengan cara-cara ramah dan toleran. Lebih dari dari itu, media bisa berperan lebih strategis dalam menggalang kekuatan publik, termasuk gerakan kemanusiaan.
(Baca pula: PSI Minta Fadli Zon Tak Gunakan Hoaks Sebagai Strategi Politik)
Moeldoko menyebutkan kekuatan media massa dan media sosial dalam menggalang aksi kemanusiaan sudah teruji. Peristiwa kemanusiaan, seperti bencana alam di pelosok negeri akan cepat tersiar dan mendapat respons publik dengan cepat dengan beragam cara, termasuk menggalang bantuan dana.
Relawan Bidang Hubungan Masyarakat Yayasan Budha Tzu Chi Indonesia Joice Budisusanto juga mengajak media massa dan media sosial lebih banyak menggerakan masyarakat membangun aksi kemanusiaan. “Sangat penting untuk Indonesia yang merupakan negara rentan bencana,” katanya. Momen saat ini sangat tepat karena ada gempa di Lombok dan tsunami Sulawesi Tengah.
Yayasan Budha Tzu Chi bersama Sinar Mas dan Salim Group, kata Joice, berencana membangun 3.000 rumah untuk masyarakat Lombok dan Sulteng. Dalam setahun, pembangunan hunian lengkap dengan fasilitas pendidikan, kesehatan, dan tempat ibadah untuk para korban ditargetkan telah selesai. Distribusi akan dikoordinasikan dengan pemerintah agar tepat sasaran dan tidak tumpang tindih.