Panser Komodo Buatan Pindad Ditargetkan Gunakan Biodiesel B50
PT Pindad (Persero) menargetkan penggunaan biodiesel 50% pada pencampuran minyak solar atau B50 pada panser tempur produksi perseroan berbobot 7,5 ton yang bisa memuat 10 orang dengan kapasitas bensin 200 liter yang diberi nama Komodo.
Direktur Utama Pindad Abraham Mose menyatakan Komodo merupakan salah satu produk yang telah menggunakan B20. “Kami mencoba untuk B50, sekarang sedang ada perubahan pada nozzle dan filter,” kata Abraham di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (15/9).
Dia mengungkapkan pada komponen noozle dan filter saat ini masih memiliki kendala dalam penggunaan bahan bakar minyak nabati. Alasannya, minyak nabati mengeluarkan limbah glyserin yang akan mengganggu proses kerja pada kedua komponen.
Karenanya, persroan mulai bekerja sama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk meneliti jenis biodiesel yang tidak mengganggu kinerja mesin. “Ada penelitian untuk penciptaan green biodiesel supaya unsurnya menjadi lebih murni dan limbahnya dihilangkan,” ujar Abraham.
(Baca : Dua Pekan Diluncurkan, Realisasi Penggunaan B20 Telah Mencapai 80%)
Komodo merupakan alat utama sistem persenjataan (Alutsista) sudah digunakan di dalam negeri sejak 2012. Komodo juga merupakan komoditas ekspor dari sektor pertahanan dan keamanan. Selain Komodo, penggunaan biodiesel juga akan diterapkan untuk Anoa, panser Pindad dengan kapasitas lebih besar berbobot 11 ton.
Selain itu, alat mesin pertanian (alsintan) dan alat berat seperti ekskavator juga akan diuji coba dengan B20. Pengembangan inovasi pada produk Pindad diharapkan mampu berkontribusi terhadap penurunan impor alat berat.
Pindad terus berupaya berinovasi pada beberapa produknya terlebih dalam menghadapi persaingan global. “Indonesia merupakan pasar yang besar, negara lain juga harus beradaptasi,” katanya.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita pun mengapresiasi inovasi Pindad. Menurutnya, teknologi harus terus mengikuti perkembangan kebutuhan masyarakat dari semua aspek.
Selain ekonomis, Enggar mengatakan penggunaan biodiesel juga bisa mengurangi ketergantungan impor minyak solar. “Tapi, aspek kualitas harus tetap terjamin,” ujar Enggar.
Pemerintah sebelumnya telah memperbolehkan sektor alutsista, PT Freeport Indonesia dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) untuk tidak menggunakan B20 dalam campuran pada bahan bakar minyak solar. Keputusan itu ditetapkan pada pelaksanaan program perluasan mandatori B20 untuk semua sektor.
(Baca : Produsen Biodiesel Masih Hadapi Kendala dalam Penerapan B20)
Alasannya, Freeport tidak bisa menggunakan B20 pada dataran tinggi Grasberg, Papua karena bisa menyebabkan bahan bakar tersebut membeku. Sedangkan PLN diperbolehkan tak menggunakan B20 pada Pembangkit Listrik Tenaga Gas. Kelonggaran pada sektor Alutsista juga berkaitan dengan pertahanan dan keamanan.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Master Parulian Tumanggor mengaku senang dengan peningkatan B20 menjadi B50 untuk produk Pindad. “Respons mereka sangat cepat tanggap,” kata Tumanggor.