Saling Serang Setelah SBY dan Jokowi Gagal Berkoalisi di Pilpres 2019

Dimas Jarot Bayu
26 Juli 2018, 16:33
Koalisi Gerindra Demokrat
ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (kiri) dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kanan) seusai pertemuan tertutup di kawasan Mega Kuningan, Jakarta, Selasa (24/7).

Selama dua hari berturut-turut Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengungkapkan ke publik alasan kegagalannya berkoalisi mendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi). dalam Pilpres 2019. Terakhir, pada Rabu (25/7) malam, SBY mengungkapkan hubungannya dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang mengganjal proses koalisi.

"Hubungan saya dengan Ibu Megawati belum pulih. Masih ada hambatan dan jarak di situ," kata SBY di kedaiamannya di Mega Kuningan, Jakarta, usai bertemu dengan Ketua PAN Zulkifli Hasan.

SBY melengkapi keterangan yang dia sampaikan usai bertemu Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto, Selasa (24/7) malam. Pada saat itu SBY menyatakan sudah menjalin komunikasi dengan Jokowi selama satu tahun belakangan.

SBY mengklaim Jokowi mendorong Demokrat bergabung dalam koalisi pemerintahannya di pemilu tahun depan. Namun, kata SBY, terdapat beberapa rintangan sehingga penjajakan koalisi tak berjalan mulus.

(Baca juga: Setahun Lobi Jokowi, SBY Sebut Banyak Rintangan untuk Berkoalisi)

Pernyataan SBY mendapat bantahan dari PDIP. Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menilai tak ada relevansi antara hubungan SBY-Megawati dengan upaya Demokrat bergabung dalam koalisi. Menurut Hasto, Megawati selama ini baik-baik saja dan tak mempermasalahkan konflik masa lalunya dengan SBY.

Konflik masa lalu antara Megawati dan SBY terjadi pada 2003 lalu SBY sebagai Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan mulai banyak muncul dalam iklan Pemilu. Megawati yang saat itu menjadi Presiden menyadari gelagat SBY dan tak melibatkannya dalam berbagai rapat kenegaraan.

SBY pun akhirnya mengirimkan surat kepada Megawati namun tak direspons. Pada 11 Maret 2004, SBY kembali mengirimkan surat pengunduran diri dan membentuk Partai Demokrat.

SBY kemudian mendaftarkan diri sebagai calon presiden bersama Jusuf Kalla (JK) untuk melawan Megawati-Hasyim Muzadi. SBY-JK lantas memenangkan pemilu dengan perolehan suara mencapai 60,62%, mengalahkan Megawati-Hasyim yang hanya mengumpulkan suara sebesar 39,38%.

(Baca juga: Bertemu 1,5 Jam, SBY-Prabowo Sepakati Poin Utama Koalisi di Pilpres)

Faktor AHY sebagai kegagalan koalisi

Hasto memaparkan, gagalnya Demokrat masuk ke koalisi pendukung Jokowi lebih karena kalkulasi rumit dari SBY. SBY mengajukan anaknya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dapat maju dalam Pilpres 2019.

"Sekiranya Pak SBY mendorong kepemimpinan Mas AHY secara alamiah terlebih dahulu, mungkin sejarah bicara lain," kata Hasto.

Hasto bahkan menyebutkan keluhan SBY soal hubungannya dengan Megawati bagian dari manuver politik untuk memperjuangkan AHY di Pilpres 2019.

"Keluhan musiman Pak SBY tersebut terjadi karena sebagai seorang Bapak tentu mengharapkan yang terbaik bagi anaknya, Mas AHY," kata Hasto.

SBY Menyalami Megawati
SBY Menyalami Megawati usai upacara HUT Kemerdekaan RI tahun 2017. (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)

Pernyataan Hasto menimbulkan reaksi keras dari Wakil Sekretaris Jenderal Sekjen Partai Demokrat Rachland Nashidik. Dia menyatakan AHY sebagai cawapres bukan berarti Demokrat tak bisa berunding bagi figur lain.

Rachland menyatakan AHY sudah bekerja keras untuk mendapat pengakuan publik sehingga dalam berbagai survei elektabilitasnya mengalami kenaikan. Dia kemudian membandingkan pencapaian AHY dengan anak Megawati, Puan Maharani, yang menjabat Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.

"Apakah Puan layak jadi Menko menurut rakyat atau cuma menurut Ibunya? Menurut saya Puan tidak layak. Tapi apakah ada di dalam PDIP yang berani bersuara demikian pada Mega," kata Rachland dalam pernyataan tertulisnya.

Rachland juga menuding Jokowi dan Megawati curang karena hingga kini belum mengumumkan cawapresnya. "Taktik politik demikian merusak demokrasi, karena publik tidak diberi kesempatan lapang untuk menilai kepantasan figur cawapres," kata Rachland.

(Baca juga: AHY Diajukan Jadi Cawapres Prabowo bila Demokrat-Gerindra Berkoalisi)

Lebih lanjut, Rachland menyebut taktik tersebut datang dari kesombongan karena menyuruh parpol lain mengikuti kehendak Jokowi dan Megawati.

SBY juga telah membantah gagalnya Demokrat bergabung dengan koalisi karena tidak terpilihnya AHY sebagai cawapres. Presiden keenam RI itu mengatakan tak pernah mengajukan AHY sebagai cawapres Jokowi.

Jokowi, lanjut dia, tak pernah menawarkan posisi cawapres kepada Demokrat. "Jadi kami selama lima kali melakukan pertemuan secara intensif tidak pernah membahas cawapres. Saya tidak pernah meminta, beliau juga tidak pernah menawarkan," kata SBY.

Editor: Yuliawati

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...