Temui Moeldoko, Rizal Ramli Sampaikan Ingin Jadi Capres
Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli terlihat mengunjungi Kompleks Istana Kepresidenan hari ini. Dia mengungkapkan kedatangannya ini untuk bertemu dengan Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko, memberitahukan tentang keikutsertaannya dalam Pemilihan Presiden tahun depan.
Rizal juga mengaku dia dan Moeldoko telah kenal sejak lama. Pertemuan ini sebenarnya dijadwalkan sejak Moeldoko dilantik Presiden Joko Widodo. Namun baru hari ini hal itu terlaksana. "(Sekadar) say hello, mau memberitahukan bahwa saya maju jadi Capres," kata Rizal di Istana Kepresidenan, Jumat (11/5).
Dia juga mengatakan respons Moeldoko positif mendengar kabar tersebut. Menurut Rizal, sudah sepatutnya kondisi politik dikembalikan seperti zaman lampau. Setiap tokoh dapat berbeda ide, tapi hubungan kekeluargaan tetap terjaga. Dia mencontohkan zaman kemerdekaan, Bung Karno, Bung Hatta, Tan Malaka, serta Agus Salim yang pandangan politiknya berbeda dan sangat tajam, tapi persaudaraannya tetap baik.
(Baca: JK: Sulit Mencari Lawan Jokowi)
Terkait rencananya untuk maju dalam pemilihan presiden tahun depan, Rizal juga mengaku telah bertemu dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Dia mengatakan respons Prabowo cukup positif. Rizal pun membuka kemungkinan dirinya untuk menemui Presiden Jokowi.
"Pokoknya kami buat asyik, geser permainan dari pencitraan dengan gagasan," kata dia. Rizal mengaku hingga saat ini belum menentukan atau menyiapkan siapa saya calon wakil presiden yang akan menemaninya.
Di luar silaturahmi dan rencananya mendaftar capres, Rizal membantah pertemuannya dengan Moeldoko membahas soal utang dan masalah ekonomi Indonesia yang kerap dikritiknya. Menurutnya, soal utang merupakan kewenangan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
(Baca: Populer Jadi Cawapres, Menteri Susi: Saya Tidak Mencari Panggung)
Rizal Ramli memang kerap mengkritik Sri Mulyani. Salah satunya soal gelar yang Menteri Terbaik Dunia yang didapat oleh mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut beberapa waktu lalu. Menurutnya penghargaan tersebut kurang layak, karena kondisi perekonomian Indonesia saat ini masih lemah.
Dia mengatakan lembaga internasional yang memberikan penghargaan tersebut, yakni Ernst and Young hanyalah auditor dan akuntan yang bagus. Namun, lembaga ini tidak mengerti soal makroekonomi sebagai parameter penghargaan tersebut.