PDIP: JK Calon Kuat Dampingi Jokowi Bila MK Kabulkan Gugatan UU Pemilu

Dimas Jarot Bayu
5 Mei 2018, 10:38
Peresmian Renovasi SUGBK
ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Wapres Jusuf Kalla (kedua kiri), meresmikan Stadion Utama Gelora Bung Karno di Jakarta, Minggu (13/1/2018).

Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hendrawan Supratikno menilai Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) berpotensi kuat menjadi calon wakil presiden mendampingi Presiden Joko Widodo dalam Pilpres 2019.

Hendrawan menilai peluang tersebut terbuka jika gugatan uji materi soal pengaturan persyaratan capres dan cawapres dalam Pasal 169 huruf n Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Hendrawan menilai, JK dapat menjadi calon kuat untuk maju lantaran sebagai petahana. Menurutnya, setiap petahana yang maju kembali, baik dalam Pilpres maupun Pilkada bisa dipastikan berpeluang besar untuk menang.

"Inkumben yang bisa maju lagi pasti merupakan calon kuat," kata Hendrawan ketika dihubungi Katadata.co.id, Jumat (4/5).

(Baca juga: Alasan JK Enggan Jadi Cawapres 2019, Bukan Semata soal Konstitusi)

Politisi PDIP lainnya, Maruarar Sirait menilai JK bakal dipertimbangkan oleh Jokowi untuk menjadi pendampingnya jika gugatan mengenai pengaturan persyaratan capres dan cawapres dikabulkan MK. Sebab selain karena pernah menjadi inkumben, hubungan JK dengan Jokowi pun dianggap cukup mesra.

Maruarar mengatakan, JK ketika bersama Jokowi terbukti dapat memenangkan kampanye dalam Pilpres 2014. Komunikasi JK dengan Jokowi juga cukup baik selama empat tahun menjabat bersama di pemerintahan.

"Ini pandangan saya pribadi. Kalau diperbolehkan menurut saya Pak JK akan menjadi sangat dipertimbangkan oleh Pak Jokowi," kata Maruarar.

Maruarar juga menilai JK merupakan sosok dengan pengalaman yang cukup mumpuni. Sebab, JK memiliki latar sebagai pengusaha, mantan Ketua Umum Golkar, Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI), dan Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI). JK pun pernah menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan.

"Dia punya begitu banyak track record yang sangat baik dan berkualitas," kata Maruarar.

(Baca juga: Partai Pendukung Jokowi Kesulitan Cari Cawapres seperti Jusuf Kalla)

Maruarar pun menilai jika uji materi tentang pengaturan persyaratan capres dan cawapres di MK hal yang tepat dilakukan. Sebab, uji materi tersebut dinilai dapat memberikan kejelasan apakah JK dapat maju kembali atau tidak dalam Pilpres 2019.

"Karena pandangan ahli kan berbeda-beda, ini proses yang sudah benar," kata dia.

Adapun, Hendrawan meminta agar publik tak berasumsi terlebih dulu tekait cawapres Jokowi. Dia meminta agar semua pihak tetap menunggu putusan MK terkait pengaturan persyaratan capres-cawapres.

"Yang jelas jangan berandai-andai dulu," kata Hendrawan.

Saat ini dua kelompok pemohon berbeda mengajukan uji materi yang mengatur pesyaratan capres dan cawapres dalam UU Pemilu. Kelompok pertama diajukan oleh Muhammad Hafidz, Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa dan Perkumpulan Rakyat Proletar, dalam perkara nomor 36/PUU-XVI/2018 yang diajukan pada Senin (30/4).

(Baca: Mengukur Peluang Kalla Jadi Cawapres di Pemilu 2019).

Mereka mempersoalkan Pasal 169 huruf n UU No. 7/2017 yang melarang pendaftaran capres atau cawapres yang pernah menjabat dua periode. Mereka meminta hakim mengganti frasa ‘presiden atau wakil presiden’ menjadi ‘presiden dan wakil presiden’.

Sehingga, persyaratan masa jabatan dua periode berturut-turut hanya berlaku bagi pasangan yang pernah menjabat dalam satu paket.

Permohonan kedua diajukan oleh Syaiful Bahri dan Aryo Fadlian yang diwakili Koalisi Advokat Nawacita Indonesia. Mereka mengajukan uji materi Penjelasan Pasal 169 huruf n UU Pemilu pada Kamis (3/5).

Penjelasan Pasal 169 huruf n berbunyi: “Yang dimaksud dengan belum pernah menjabat 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama adalah yang bersangkutan belum pernah menjabat dalam jabatan yang sama selama 2 (dua) kali masa jabatan, baik secara berturut-turut maupun tidak berturut, walaupun masa jabatan tersebut kurang dari 5 (lima) tahun”.

Dalam permohonannya, mereka meminta hakim menyatakan frasa secara berturut-turut mau pun tidak berturut-turut bertentangan dengan Pasal 7 UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Bila hakim Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan dua permohonan tersebut, maka peluang Kalla terbuka untuk maju kembali dalam Pilpres 2019.

Editor: Yuliawati

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...