Rini Sebut Penguasaan Saham Proyek oleh BUMN Sangat Penting
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno menegaskan penguasaan saham di suatu proyek oleh BUMN sangat penting. Hal ini merujuk pada rekaman pembicaraan Rini dengan Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Sofyan Basir yang bocor ke publik dan diduga terkait 'bagi-bagi fee' proyek.
Pembicaraan dalam rekaman telepon ini terkait proyek terminal penampungan gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) di Bojanegara, Serang, Banten. PLN akan menjadi pembeli (offtaker) 80 persen gas dari proyek tersebut. (Baca: Direktur PLN Buka-bukaan Isi Percakapan dengan Menteri Rini)
Menurut Rini, BUMN yang membeli lebih dari 80 persen produksi suatu proyek, harus memiliki saham di proyek tersebut. "Untuk menjaga bahwa kalkulasi dari produk yang akan dijual itu, cost-nya, penjualan, pricing-nya, kami harus ikut," kata Rini di Komplek Bank Indonesia (BI), Jakarta, Kamis (3/5).
Mengenai dugaan ‘bagi-bagi fee’ yang melibatkan kakak kandungnya Ari Soemarno dalam proyek ini, Rini juga membantahnya. Dia menegaskan apa yang dilakukannya selama 3,5 tahun menjadi menteri, adalah untuk memperjuangkan kepentingan BUMN.
(Baca pula: Jokowi Enggan Komentari Pembicaraan Telepon Rini dan Dirut PLN).
Sementara, soal bocornya pembicaraan telepon tersebut, Rini sudah mengajukan laporan ke Polisi pada Senin lalu. Laporan ini dilakukan melalui kuasa hukumnya. Ia mengajukan laporan karena merasa dirugikan oleh pihak yang menyunting dan menyebarkan pembicaraannya tersebut.
"Saya merasa, nama saya dicemarkan karena (rekaman) yang beredar itu sudah dipotong-potong dengan tujuan tertentu," kata Rini.
Sebelumnya, Sofyan Basir juga meminta pihak keamanan termasuk operator komunikasi lebih proaktif lagi mengusut kasus tersebut. Menurutnya, ada pihak yang menyadap pembicaraan teleponnya dan penyadapan masuk dalam ranah hukum pidana.
(Baca: Soal Rekaman Rini dan Dirut PLN, Kementerian BUMN: Bukan Bahas Fee)
Dia menjelaskan pembicaraan dengan Menteri Rini itu terjadi pada 2016. Isi percakapan itu adalah membahas proyek terminal penampungan gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) di Bojanegara, Serang, Banten yang digagas PT Bumi Sarana Migas (BSM).
BSM yang terafiliasi dengan Kalla Grup ini menggandeng investor asal Jepang yakni Tokyo Gas dan Mitsui dalam proyek tersebut. PLN meminta 30 persen saham di proyek terminal LNG itu kepada Menteri BUMN atau minimal 15 persen, namun PLN hanya memperoleh 7 persen.
Keputusan itu tidak bisa diterima PLN dan akhirnya memilih mundur dari proyek tersebut, termasuk menjadi pembeli gas. “Saya tidak mau. Kalau tidak salah dilanjutkan Pertamina. Awalnya memang kami dan Pertamina joint di situ,” kata Sofyan.
(Baca: Kasus Rekaman Rini-Dirut PLN, BUMN Siapkan Bukti untuk Lapor ke Polisi)