Kasus Rekaman Rini-Dirut PLN, BUMN Siapkan Bukti untuk Lapor ke Polisi
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan mengambil langkah hukum terkait penyebaran rekaman percakapan Menteri BUMN Rini Soemarno dan Direktur Perusahaan Listrik Negara (PLN) Sofyan Basir. Saat ini pihak kementerian masih mengumpulkan data dan bahan bukti untuk dilaporkan ke aparat hukum.
"Apa yang kami punya, kami siapkan. Kami ingin memberikan laporan yang baik dan lengkap. Tidak gegabah," ujar Staf Khusus III Kementerian BUMN Wianda Pusponegoro di Kemenko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Jakarta pada Senin (30/4).
Wianda tak memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai bahan bukti yang sedang disiapkan. Dia menekankan laporan hukum tersebut untuk kebaikan bersama. "Kami memperjuangkan kepentingan masyarakat," kata dia.
(Baca juga: Direktur PLN Buka-bukaan Isi Percakapan dengan Menteri Rini)
Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara/PLN (Persero) Sofyan Basir meminta pihak keamanan termasuk operator komunikasi lebih proaktif lagi mengusut kasus tersebut. Ini karena penyadapan sudah masuk dalam ranah pidana.
“Saya ingin secara hukum ada pihak berwenang untuk pengusutan, karena tidak baik buat pribadi, perusahaan dan bangsa,” kata Sofyan kepada Katadata.co.id, hari ini.
Dia membantah adanya anggapan pembagian fee proyek dalam percakapannya dengan Menteri BUMN Rini Soemarno. “Masa Direktur Utama PLN bagi fee sama menteri,” kata dia.
Menurut Sofyan pembicaraan dengan Menteri Rini itu terjadi tahun 2016. Isi percakapan itu adalah membahas proyek terminal penampungan gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) di Bojanegara, Serang, Banten yang digagas PT Bumi Sarana Migas (BSM) di bawah naungan Kalla Grup. BSM pun menggandeng investor asal Jepang yakni Tokyo Gas dan Mitsui.
(Baca: Jokowi Enggan Komentari Pembicaraan Telepon Rini dan Dirut PLN)
PLN meminta 30% saham di proyek terminal LNG itu kepada Menteri BUMN atau minimal 15%. Akan tetapi, PLN hanya memperoleh 7%.
Keputusan itu tidak bisa diterima PLN dan akhirnya memilih mundur dari proyek tersebut, termasuk menjadi pembeli gas. “Saya tidak mau. Kalau tidak salah dilanjutkan Pertamina. Awalnya memang kami dan Pertamina join di situ,” kata Sofyan.
Dugaan penyadapan
Wakil Ketua Komisi IV DPR Viva Yoga Mauladi menyoroti dugaan terjadinya penyadapan dalam percakapan antara Rini dan Sofyan. Dia mendukung langkah Kementerian BUMN untuk memproses lewat jalur hukum.
"Jadi kalau kemudian bu Rini ingin mengajukan ke ranah hukum, ya kami dukung karena melanggar UU yang mengatur penyadapan," kata dia.
Pelanggaran hukum juga dilakukan oleh pihak yang mengedarkan percakapan penyadapan. "Setiap bentuk pelanggaran hukum, penyadapan dan dipublikasikan itu harus diusut secara tuntas," kata dia.
Dia juga mengatakan aparat hukum mesti mengecek apakah terjadi proses editing atau tidak. "Ada potensi editing, aparat hukum harus memprosesnya," kata Viva.
Sekretaris Jenderal PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto menyoroti penyebutan nama Arie Soemarno, kakak kandung Rini dalam rekaman percakapan tersebut. Hasto menyebut Rini telah melanggar perintah Presiden Joko Widodo.
"Ketika di rekaman disebutkan nama keluarga. Tentu saja ini bagi kami tidak sesuai perintah Pak Presiden," kata Hasto, Minggu (29/4).