DPR Sahkan UU Protokol Terkait Integrasi Perbankan ASEAN
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Protokol untuk Melaksanakan Paket Komitmen Keenam Bidang Jasa Keuangan terkait ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS). Disahkannya UU Protokol Keenam Jasa Keuangan AFAS untuk melaksanakan integrasi perbankan ASEAN.
RUU yang disahkan sebagai undang-undang tersebut disetujui secara aklamasi dalam rapat paripurna di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis (26/4).
“Selanjutnya kami tanyakan apakah RUU tentang Pengesahan Protocol to Implement The Sixth Packages of Commitments on Financial Services Under The Asean Framework Agreement in Services dapat disetujui untuk disahkan?” tanya Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan yang memimpin rapat.
“Setuju,” kata anggota dewan yang hadir.
Dengan aturan ini, Indonesia berkomitmen menambahkan Kota Makassar sebagai salah satu opsi kantor cabang perbankan negara-negara Asean dengan pembatasan dua cabang.
Ada pula komitmen terkait kerja sama Asean Banking Integration Framework (ABIF) dengan Malaysia untuk mengizinkan tiga Qualified Asean Banks (QAB) beroperasi di masing-masing negara.
Malaysia hingga saat ini memiliki dua QAB di Indonesia. Mereka baru diizinkan menambah satu QAB lagi jika tiga QAB Indonesia telah beroperasi penuh di Malaysia.
Melalui protokol ini, QAB Indonesia akan diperlakukan sama dengan bank domestik Malaysia dalam operasionalnya. Hal sama juga akan diperlakukan kepada QAB Malaysia di Indonesia. Selain itu, QAB Indonesia mendapatkan kelonggaran untuk memenuhi persyaratan modal minimum perbankan di Malaysia secara bertahap.
(Baca juga: Perluas Pasar Perbankan, OJK Incar 5 Negara ASEAN)
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, Protokol Keenam Jasa Keuangan AFAS merupakan tahapan kerja sama pembukaan akses pasar jasa keuangan Asean. Sri mengatakan, pengesahan RUU ini akan membuka kesempatan bagi pelaku perbankan nasional untuk berekspansi ke pasar Asean.
Sri menyebutkan, saat ini masih sedikit perbankan nasional yang memiliki kantor cabang atau unit usaha di luar negeri. Penyebabnya, masih banyak ketentuan dan persyaratan dari negara tujuan ekspansi yang menyulitkan.
“Melalui protokol keenam ini, dengan dilandasi prinsip kesetaraan, disepakati sejumlah kemudahan bagi perbankan domestik untuk masuk ke negara Asean yang dimulai dengan Malaysia,” kata Sri di kompleks parlemen.
Selain itu, pengesahan RUU ini diharapkan berperan mendorong persaingan yang sehat di industri jasa keuangan domestik. Persaingan sehat tersebut diyakini dapat meningkatkan daya saing penyedia jasa keuangan domestik dan mendorong pertimbuhan industri perbankan.
Hal tersebut lantas memberikan keuntungan bagi masyarakat Indonesia karena mendapatkan produk jasa keuangan yang lebih baik, meskipun biayanya semakin rendah.
(Baca juga: Komisi Keuangan DPR Setujui RUU Terkait Integrasi Perbankan ASEAN)
Wakil Ketua Komisi XI Achmad Hafisz Tohir mengatakan, disetujuinya RUU ini diharapkan dapat memberikan landasan hukum bagi pemerintah, lembaga negara, serta pelaku sektor jasa keuangan untuk melaksanakan prokotol tersebut. Dia berharap aturan ini memberikan keuntungan bagi Indonesia dalam menciptakan kepastian hukum sektor jasa keuangan dalam menjalankan usahanya.
Kemudian, pengesahan RUU ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas dan daya saing produk jasa keuangan. Hafisz juga ingin pengesahan RUU ini membuka peluang memperluas pasar sektor jasa keuangan di kawasan Asia Tenggara. “Serta mendorong peningkatan perdagangan, investasi, dan kerjasama ekonomi antarpihak,” kata Hafisz.
Hafisz mengatakan, ada beberapa catatan yang harus dilaksanakan pemerintah setelah pengesahan RUU Pengesahan Protokol Keenam Jasa Keuangan AFAS. Salah satunya untuk bisa melakukan amandemen terhadap berbagai aturan di sektor jasa keuangan, seperti UU Perbankan. Hal itu untuk memperkuat regulasi industri keuangan dalam rangka meningkatkan daya saing perbankan nasional.
Sri Mulyani menyambut baik berbagai pandangan DPR tersebut dan menyatakan pemerintah siap berkonsultasi dalam proses amandemen tersebut. “Segala masukan anggota Komisi XI terkait aspek-aspek yang perlu diperhatikan telah kami catat dengan baik untuk nantinya dapat didiskusikan bersama dalam proses pembahasan amandemen UU tersebut,” kata Sri.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu pun berjanji akan menyusun kebijakan yang memfasilitasi pertumbuhan industri jasa keuangan bersama Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan. Selain itu, pemerintah akan memantau dan mengevaluasi pelaksanaan Protokol Keenam Jasa Keuangan AFAS guna meningkatkan pertumbuhan industri perbankan.
“Kami juga akan menjalin komunikasi dengan otoritas negara mitra untuk memfasilitasi upaya perbankan nasional memasuki pasar Asean melalui kesepekatan yang tercantum dalam Protokol Keenam Jasa Keuangan AFAS,” kata Sri.