BIN Waspadai Maraknya Isu SARA dan Komunisme Jelang Pilpres
Direktur Komunikasi dan Informasi Badan Intelijen Negara (BIN), Wawan Hari Purwanto, menyatakan informasi bohong atau hoaks akan semakin meningkat di media sosial menjelang pemilihan presiden (Pilpres) 2019. Opini publik mulai diarahkan untuk mendukung pasangan calon tertentu dan menurunkan kualitas pilihan lainnya.
Menurut Wawan, informasi yang disebarkan itu berusaha untuk mendorong kelemahan lawan politik. Sebaliknya, kabar lain disiarkan untuk mengangkat kebaikan kelompok sendiri. Di sini akan terjadi black campaign. Karena itu, BIN akan mewaspadai pergerakan tersebut dengan menandai penyebarannya.
(Baca juga: Polisi Tangkap Penyebar Hoaks Isu Teror Ulama dan Kebangkitan PKI)
Adapun isu yang akan diangkat dalam informasi hoaks, kata Wawan, masih seputar kebencian berbasis suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Selain itu, isu komunisme bakal digunakan untuk menyerang lawan politik. “Ditambah dari kelemahan lain yang dicari dari lawan politik,” kata Wawan di Hotel Oria, Jakarta, Rabu (14/3/2018).
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Mohammad Iqbal mengakui banyak ujaran kebencian, informasi bohong, dan fitnah ditujukan kepada tokoh tertentu selama pesta demokrasi berlangsung. Hal ini terbukti dari terungkapnya kelompok Muslim Cyber Army (MCA) yang diduga menyebarkan informasi bohong dan ujaran kebencian.
Menurut dia, ada motif politik dari informasi yang disebarkan oleh MCA, salah satunya terkait teror tokoh agama dan perusakan tempat ibadah. Dari 45 kasus dugaan teror tokoh agama dan perusakan tempat ibadah yang disebarkan di media sosial, hanya tiga berita yang benar terjadi. “Yang lain dirangkai, direkayasa di udara seolah ada kaitannya,” kata Iqbal.
Untuk itu, polisi tak akan tinggal diam. Iqbal memastikan pihaknya terus mendalami pihak-pihak yang ikut terlibat dalam kelompok yang diduga menjadi penyebar informasi bohong dan ujaran kebencian. (Lihat pula: Wiranto Sebut Teknologi Rahasia Dipakai untuk Tangkap Penyebar Hoaks).
Wawan Hari Purwanto pun mengingatkan masyarakat untuk dapat menyaring informasi yang diterima dari media sosial. Sebab, 60 persen dari konten media sosial di Indonesia saat ini merupakan informasi bohong. “Kami tetap berupaya agar masyarakat tetap sejuk, tetap kondusif, tidak gampang goyah, dan mengedepankan check, recheck, crosscheck,” ujar Wawan.
Selain itu, masyarakat diminta untuk menyikapi informasi yang bertebaran dengan tenang dan kritis. Terlebih, masyarakat kelompok usia 18-24 tahun. (Baca juga: Waspadai Akun Robot Media Sosial di Tahun Politik)
Kelompok usia ini kerap kali langsung mengambil informasi di media sosial tanpa melakukan verifikasi. Kabar tersebut lalu disebarkan di berbagai media sosial hingga viral. “Kalau mem-viral-kan sama juga menyebarkan dan menjadi kepanjangan tangan dari pembuat berita hoaks itu,” kata Wawan.